PALU – Puluhan masa aksi yang menamakan diri Fraksi Bersih-Bersih berunjuk rasa di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Kamis (10/8/2023) pagi. Unjuk rasa yang dilakukan tersebut menuntut pencabutan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurut mereka, hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja justru berimbas dampak buruk bagi masyarakat, terutama bagi para kaum buruh. Dimana pasal-pasal di dalamnya dianggap mengancam hak-hak konstitusional para buruh.
Seperti di pasal 81 nomor 15 misalnya, menurutnya, justru melanggengkan sistem kerja kontrak, sehingga para buruh tak mendapatkan kepastian menjadi buruh tetap. “Hal ini kemudian menjadi legitimasi bagi perusahaan bisa seenaknya mempekerjakan buruh semau mereka,” sebut Koordinator Aksi, Aulia Hakim dalam orasinya.
Di Sulawesi Tengah, lanjutnya, khususnya di PT. GNI yang ada di Morowali Utara, berdasarkan hasil temuannya didapatkan masih banyak buruh yang mengalami ketidakpastian kerja. Dimana harus menunggu waktu kontrak kerja selama 5 tahun terlebih dahulu sebelum ditetapkan menjadi buruh tetap.
Tak hanya soal ketetapan kerja, sebutnya, buruh-buruh juga masih banyak yang belum mendapatkan kepastian mengenai kesehatan dan keselamatan kerja (K3). “Tidak jarang, buruh sampai sakit akibat kerja yang lama,” imbuhnya.
Lebih lanjut, massa aksi tersebut menuntut untuk memberikan kebebasan berserikat bagi kaum buruh di sektor tambang terutama di PT. GNI, memberikan jaminan atas hak lingkungan hidup yang sehat bagi buruh, memberikan jaminan K3 dan jaminan sosial bagi buruh.
Selain itu, mereka juga menuntut agar membebaskan 18 buruh PT. GNI yang ditetapkan sebagai tersangka, mengembalikan lahan dan sertifikat petani Buol yang dirampas oleh PT. HIP, menghentikan kriminalisasi terhadap pejuang HAM dan Lingkungan hidup, serta mendesak pemerintah mewujudkan pendidikan ilmiah, demokratis, berkualitas, mengabdi pada rakyat, dan membebaskan dari sistem kapitalis.(SCW)