TANPA KESEHATAN, BUKAN HIDUP INI YANG DIRINDUKAN

  • Whatsapp
Dr.H.Kasman Jaya Saad, M.Si (ist)

Sore kemarin, bersama beberapa tetangga menengok tetangga sebelah rumah di rumah sakit, ada sakit di ruang ICU. Ruang ICU atau Intensive Care Unit adalah ruangan khusus yang disediakan rumah sakit untuk merawat pasien dengan keadaan yang membutuhkan pengawasan ketat. Sebelumnya sampai diruang ICU, saya berpapasan beberapa pasien yang didorong diranjang oleh perawat, tergeletak lemah tak berdaya. Tentu saja bagi mereka, kembali sehat adalah harapan yang dirindukan.

Sampai di ruang ICU, dengan jam kunjungan sangat terbatas, karena pasien lagi dalam perawatan intensif. Melihat kondisi tetangga saya, lemas tak berdaya, hanya terlihat dari bola matanya ada senang atas kedatangan kami. Doapun kami panjatkan untuknya, agar segera disembuhkan. Di samping tetangga saya, terlihat beberapa pasien mengalami nasib sama, entah apa penyebab penyakitnya, namun masing-masing dari pasien terpampang layar monitor menampilkan grafis tentang kinerja organ tubuh, detak jantung, kadar oksigen di dalam darah, dan tekanan darah para pasien yang naik turun. Kerja organ yang sering kita remehkan ketika sehat. Di samping mereka ada ventilator yang dihubungkan dengan selang dimasukkan lewat hidung untuk sekedar bernafas serta selang infus melekat ditangan sebelah kiri untuk sekedar memperoleh kekuatan. Dan sebelah kanan di ranjang pasien terdapat kateter berhubungan dengan alat “vital”  pasien, untuk mengosongkan kandung kemih, yang tak juga lagi mampu dilakukannya sendiri.

 Menyaksikan kondisi pasien yang baring lemah, tak berdaya, bahkan ada diantaranya  dalam kondisi tidak sadarkan diri, ada getar dalam hati, menyelinap kesanubari, mengiang dalam pikiran saya, seakan mengingatkan “Tengok keadaan saudaramu itu, baring tak berdaya, derita menahan sakit, entah kapan sembuhnya, atau bahkan malaikat maut akan datang menjemputnya. Masihkah engkau tak sadar atas segala dosa yang engkau lakukan, masihkah engkau ingin lalai menjalankan perintah-Nya, masihkah engkau gemar menzalimi saudara-saudaramu sendiri, masihkan engkau sombong dengan atributmu yang nisbi itu, pangkat, jabatan, gelar akademik dan lainnya dan bagaimana jika engkau yang sekarang terbaring di ruangan ICU ini”.  Pikiran saya melayang, menerobos memori hari-hari yang penuh khilaf dengan catatan yang penuh celah. Saya tertegun. Ada syukur menyelimuti diri, atas sehat yang masih diberikan, atas nilai sehat yang tak ternilai, yang sering kita lalai dan melupakannya, bahkan terlupakan sama sekali. Sehat adalah karunia ilahi yang tak ternilai.

Menegok saudara, tetangga atau orang lain yang sakit adalah nasihat yang baik, untuk tak menyia-nyiakan karunia sehat yang diberikan. Kesehatan memang bukanlah segalanya, akan tetapi tanpa kesehatan segalanya itu tiada arti. Tanpa kesehatan, hidup ini bukanlah hidup yang kita rindukan. Tak ada guna harta, jabatan dan gelar itu bila sakit datang menerpa. Kehidupan akan hampa, kosong seakan tak bermakna bila sakit itu menyilinap, mendera kita dalam hidup. Meski kita perlu sabar dan tetap bersyukur bila sakit itu harus hadir, karena kita kuasa atas segala kehendak-Nya. Yakinlah bahwa Tuhan, Allah Swt maha adil atas hamba-hamba-Nya. Sakitnya seorang hamba adalah penggugur dosa-dosanya.

Pada dasarnya setiap orang sangat mengidam-idamkan kondisi tubuh yang sehat, hanya saja kita sering lalai menjaganya. Aktivitas harus dijaga, pola makan harus dijaga, dan yang terpenting jaga hati untuk tidak iri dan dengki dengan sesama. Jaga Emosi. Emosi tak terkendali sering memicu sakit fisik.  Damaikan diri dengan rasa syukur yang begitu banyak terberikan, terlebih bila sehat sudah selalu hadir dalam diri. Tataplah diri  atas segala kesehatan yang sudah begitu banyak diberikan.  Tataplah diri bahwa hari ini makan dan minum itu bisa dinikmati tanpa selang. Oksigen itu bisa dihirup tanpa ventilator.  Dan tataplah diri masih bisa buang air dengan leluasa di kamar mandi (WC) tanpa kateter. Tataplah raut wajah, otot wajah kita belum melemah, belum miring masih melapaskan lisan  dengan sempurna. Tataplah itu saudaraku atas berjibun-jibun nikmat yang selalu hadir ketika sehat.  Malu rasanya kita mengeluh bila menatap saudara-saudara kita di ruang ICU itu hanya karena kita belum punya kendaraan, belum punya jabatan, belum punya harta melimpah dan lain yang tak sebanding dengan sehat yang saat ini kita nikmati. Saudaraku, sebelum nikmat sehat itu dicabut, mari berbagi dengan sesama dan terus istiqomah menjalankan perintah-Nya. Tak jarang di kala sehat kita lupa sama sekali dengan-Nya, dan baru menyadari ingin berbagi dan menjalankan perintah-Nya, ketika sakit datang mendera, puja-pujipun kita lantunkan untuk mengingat-Nya.  Perilaku yang sungguh tak istiqomah.(Dr. H. Kasman Jaya Saad, M.Si, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)

Pos terkait