HUT Kota Palu Diwarnai Demo Ratusan Penyintas Huntara

  • Whatsapp
Peringatan HUT Ke-43 Kota Palu diwarnai dengan aksi unjukrasa sedikitnya seratus penyintas gempa, Senin (27/9/2021) pagi.(enos/mediasulawesi.id)

PALU- Peringatan HUT Ke-43 Kota Palu diwarnai dengan aksi unjukrasa sedikitnya seratus penyintas gempa, Senin (27/9/2021) pagi. Mereka menuntut pemerintah kota Palu untuk memenuhi empat tuntutan warga, antara lain pemberian hak untuk lahan pembangunan hunian yang layak, mempercepat pembangunan Huntap, memberikan kepastian hukum yang berada di zona rawan bencana, serta pemberian dana jaminan hidup kepada penyintas.

Tidak hanya penyintas, penyampaian aspirasi tersebut juga tergabung Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Majelis Mahasiswa (MM) Universitas Tadulako berlangsung damai meski sempat diwarnai bentrok dengan aparat keamanan setempat. “Kami datang kesini untuk menagih janji dari Wali Kota Palu yang dulu mengatakan pada saat kampanye akan mengurus kami para penyintas. Dan nyatanya sampai hari ini kami terlantarkan,” ucap Sritini Haris (56 Tahun) salah seorang penghuni Huntara di Hutan Kota.

Senada dengan itu, Ketua Umum Majelis Mahasiswa, Moh. Rifai a Basatu, menegaskan bahwa mahasiswa dalam hal ini Majelis dan Badan Eksekutif Mahasiswa akan terus mengawal para penyintas dalam mendapatkan hak keadilan untuk para masyarakat. “Kami Majelis serta BEM Untad akan bersama masyarakat dalam mendapatkan hak-hak mereka. Kami berharap pemerintah hari ini memberi kejelasan terhadap narib ribuan penyintas yang ada di Palu,” tegas Rifai.

Setelah menunggu beberapa jam, Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid menemui para penyintas yang berunjuk rasa. Dalam pertemuan tersebut Hadianto menerangkan bahwa Pemerintah Tengah berusaha memperjuangkan hak para penyintas. Ia menuturkan ada beberapa kendala dalam pembangunan huntara, dimana salah satunya lahan tempat pembangunan huntara adalah tanah milik masyarakat, bukan milik pemerintah. “Hari ini bapak dan ibu yang membawa berkas akan kami urus saat ini juga. Terkait pembangunan huntara kita memiliki beberapa kendala dimana salah satunya adalah lahan tempat pembangunan milik masyarakat. Dan itu hanya diberikan waktu sampai dua tahun saja untuk ditinggali,” tandas Hadianyanto. (Enos)

Pos terkait