PALU-Pemerintah Kota Palu akan mengoptimalkan penerimaan pajak makanan dan minuman sebesar sepuluh persen bagi pelaku usaha kuliner. Tujuannya agar, sektor usaha tersebut bisa membantu dalam meningkatkan pendapatan daerah.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Kota Palu Irmayanti Pettalolo, S.Sos, M.M yang didampingi Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Palu, Eka Komalasari menggelar konferensi pers berkaitan dengan penerapan pajak makan dan minum 10% bagi pelaku usaha kuliner, Rabu, (21/2/2024) di ruang pertemuan Kantor Wali Kota Palu.
Dalam kesempatan ini, Sekkot Irmayanti menjelaskan bahwa penerapan pajak makan dan minum 10%, sudah diberlakukan sejak tahun 2009 di seluruh Indonesia.Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pemerintah Kota Palu sendiri, kata Sekkot pada waktu itu itu menindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. “Jadi begitu dikeluarkan Perda tahun 2011, Pemerintah Kota Palu memberlakukanlah pajak makan dan minum ini. Nah tahun 2024 ini, hal tersebut dioptimalkan pajak makan dan minum. Karena memang banyak wajib pajak atau pelaku usaha, itu belum memenuhi kewajibannya melakukan pembayaran pajak 10% tersebut,” kata Sekkot.
Dengan demikian, lanjut Sekkot, penerapan pajak makan dan minum 10% bukan nanti dimulai tahun 2021 sejak masa kepemimpinan Wali Kota Palu, H. Hadianto Rasyid, SE dan Wakil Wali Kota, dr. Reny A. Lamadjido, Sp.PK.,M.Kes.
Akan tetapi sejak wali kota-wali kota sebelumnya, pajak tersebut sudah diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. “Jadi apapun terkait dengan surat yang disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pedagang Kuliner terkait penerapan pajak 10% itu, kami akan mengundang ketua dan pengurusnya pada hari Jumat, 23 Februari 2024 mendatang,” ungkap Sekkot.
Sekkot Irmayanti menyatakan, Pemerintah Kota Palu saat ini telah mengeluarkan Perda Kota Palu Nomor 9 Tahun 2023, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang mengatur terkait pajak makan dan minum 10%.
Perda tersebut menindaklanjuti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. “Dalam Perda kami Nomor 9 tahun 2023, kami sudah memuat segala ketentuan berkaitan dengan hal tersebut. Apabila ada pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajibannya, tentu ada upaya-upaya yang dilakukan dalam penegakan Perda dan aturan,” jelas Sekkot.
Pemerintah Kota Palu, lanjut Sekkot, akan terus melakukan sosialisasi dan penegakan terkait Perda ini. Mengingat hal tersebut merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh pelaku usaha yang merupakan wajib pajak.
Sekkot menyatakan, pihaknya telah membentuk 82 tim beserta seluruh aparat penegak hukum, dalam upaya penegakkan undang-undang dan Perda ini.Puluhan tim tersebut akan terus berjalan guna memastikan bahwa pelaku usaha yang merupakan wajib pajak ini akan melakukan kewajibannya.
Jika tidak, akan ada tindakan-tindakan yang dilakukan, mulai dari peringatan hingga penutupan sementara usaha yang dilakukan.”Karena ini pajak, memang sifatnya memaksa. Karena ini merupakan kewajiban. Saya kira ini sudah berlaku di sejumlah rumah makan dan restoran, dan sudah berjalan. Kalaupun masih ada pedagang yang keberatan, itu akan kami lakukan sosialisasi. Agar mereka paham dengan ketentuan terkait undang-undang maupun Perda yang telah ditetapkan,” tambah Sekkot.
Sementara itu, Kepala Bapenda Kota Palu, Eka Komalasari menyatakan, pajak makan dan minum ini lebih dioptimalkan lagi oleh Pemerintah Kota Palu di bawah kepemimpinan Wali Kota Hadianto.Hal tersebut bukan bermaksud menyusahkan masyarakat, akan tetapi hasil dari pajak ini akan kembali kepada masyarakat dan berdampak pada pembangunan Kota Palu.
“Kita bisa lihat pembangunan-pembangunan yang dibangun, artinya kita bisa lihat itu uangnya dari pajak. Nah terkadang wajib pajak belum memahami, bahwa pajak itu wajib. Namanya wajib, apapun harus dilaksanakan sebagai warga negara,” kata Kaban.
Kaban menekankan, uang pajak ini bukan untuk pemerintah, tetapi digunakan untuk masyarakat. Sehingga dari masyarakat untuk masyarakat, baik digunakan membangun fasilitas-fasilitas masyarakat dan lainnya.
Kaban berkomitmen, pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyosialisasikan kepada masyarakat terutama pelaku usaha warung.
“Sebenarnya ini tidak semua menolak. Kalau mereka memahami, tidak akan menyusahkan pelaku usaha. Karena pajak ini tidak dibebankan kepada penjual, tetapi dibebankan kepada konsumen. Jadi konsumenlah yang membayar pajak ini, sebagai sumber pajaknya. Ini berlaku di seluruh Indonesia,” jelas Kaban.(sam)