OKSIGEN DAN DISRUPSI CORONA

  • Whatsapp
Dr. H Kasman Jaya Saad, M.Si)

Saat ini kita lagi memasuki masa yang sulit. Disrupsi corona membuat ekonomi tak bertumbuh. Ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan dan ribuan pekerja di sektor informal /UMKM tak bekerja dan terpaksa pulang kampung. Dilain pihak para tenaga medis kewalahan menangani pasien corona. Angkat terkonfirmasi corona belum juga melandai, masih menunjukkan trend peningkatan. Kita punya tanggung jawab bersama untuk menyelamatkan diri dan saudara kita dari corona ini dengan disiplin dengan prokes yang telah ditetapkan yakni mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas (5M). Dan terpenting, jangan menambah kesulitan dengan menebar berita hoaks tentang corona. Dan tulisan ini tidak menanggapi soal berita hoaks berseliweran  tentang corona ini, namun soal oksigen yang juga ramai dibicarakan menjadi bagian dari dampak disrupsi corona. Tersiar dimedia massa, khususnya di pulau Jawa, dalam waktu beberapa hari ini banyaknya pasien yang terpapar corona meninggal, disebabkan karena kehabisan oksigen (O2).

Kata oksigen digunakan pertama kali pada 1778 untuk menyebut gas penghasil asam dan nama pertama kali itu diberikan oleh Antoine Lavoiser seorang ilmuwan Perancis. Namun yang pertama kali menemukan oksigen adalah Carl Wilhelm Scheele di Uppsala pada tahun 1773 dan Joseph Priestley di Wiltshire pada tahun 1774 secara terpisah. Temuan Priestley lebih terkenal oleh karena publikasinya merupakan yang pertama kali dicetak.  Dan kita sangat mahfum bahwa oksigen adalah unsur yang penting bagi kehidupan. Tanpa ada oksigen, tak ada kehidupan. Selain kebutuhan vital untuk bernafas, oksigen juga diperlukan sel untuk mengubah glukosa menjadi energi yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti aktivitas fisik, membangun kekebalan tubuh, penyerapan makanan, pemulihan kondisi tubuh dan juga penghancuran beberapa racun sisa metabolisme. Dalam ilmu kimia, maka oksigen atau zat asam diwakili dengan simbol huruf O besar dan nomor atom 8 merupakan unsur non logam yang dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya. Ciri-ciri oksigen adalah tidak berwarna, tidak berasa, tidak memiliki bau dan tidak terbakar tapi dapat membantu proses pembakaran atau sebagai oksidator.   Oksigen merupakan unsur kimia paling melimpah ketiga menurut massanya di alam semesta setelah helium dan hidrogen. Berdasarkan volumenya, 20,9% atmosfer bumi adalah oksigen. Kelimpahan oksigen yang cukup banyak dan relatif stabil dimuka bumi ini  harus disyukuri sebagai anugerah Tuhan yang luar biasa.  Sebagai unsur kimia yang paling esensi dimuka bumi, dapat dibayangkan bila jumlah terbatas. Dan saat ini kita nikmati oksigen setiap harinya secara free of charge (gratis). Disrupsi corona juga menyadarkan akan tak kuasanya kita akan alam dan diri bila oksigen itu tak tersedia lagi. Maka nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan.

Lantas dari mana oksigen dipermukaan bumi ini, salah satunya dari pohon yang kita tanam. Hasil penelitian yang dilakukan saintis di Scripps Institution of Oceanography, Ralph Keeling menyebutkan separuh dari oksigen yang ada di bumi dihasilkan dari tanaman darat. Sisanya diproduksi oleh alga dan cyanobacteria di danau dan laut. Sejumlah kecil Oksigen juga dihasilkan oleh reaksi penguraian uap air di atmosfer oleh radiasi matahari dan bintang.

Pohon adalah tanaman terbesar di jagat raya ini.  Menurut National Geographic, hutan mencakup sekitar 30% dari planet bumi. Dikutip dari situs Arbor Day Foundation, organisasi nonprofit yang peduli penanaman pohon di Nebraska, menyebut satu pohon menghasilkan sekitar 1,2 kg oksigen per hari dan satu orang perlu 0,5 kg oksigen per hari untuk bernapas. Dengan begitu, satu batang pohon dewasa tunggal bisa menunjang kehidupan dua orang. Dan itu sebab pohon sering disebut pula sebagai “paru-paru bumi” karena oksigen yang mereka hasilkan bagi makhluk hidup lain.  Keberadaan pohon juga berperan penting dalam menyerap karbondioksida (CO2) yang manusia keluarkan dan oleh hasil kerja produk manusia lainnya. Penelitian Universitas Illinois mempublis bahwa terkoneksi manusia dengan alam yang menyediakan banyak pohon meningkatkan aspek mental dan kognitif manusia. Bahkan, sebuah studi menemukan bahwa pasien rumah sakit yang bisa melihat pohon di luar jendela akan dirawat 8 persen lebih cepat dibandingkan pasien yang terkurung total di ruangan.

Oleh karena itu mari bijak dalam menjaga alam, menjaga pohon di lingkungan kita. Pohon adalah pondasi dasar dalam merawat ekosistem, penopang berbagai sendi kehidupan di bumi. Tanpa pohon, tidak mungkin terdapat kehidupan di bumi. Dan kita punya tanggung jawab bersama untuk  merawat pemasok oksigen itu dimuka bumi. Adalah naif ditengah krisis oksigen yang dialami karena disrupsi corona saat ini, kita masih gemar menabur benih kebohongan (hoaks), ketimbang menabur benih kehidupan (pohon) disekitar kita. Semoga kita lebih peka dalam memaknai alarm alam sampaikan, agar alam tak merampas haknya dengan cara sendiri. Tabe.(Dr H Kasman Jaya Saad, M.Si, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)

Pos terkait