KOTA PALU MENUJU ADIPURA DI TENGAH PROBLEM SAMPAH

  • Whatsapp
Dr. H Kasman Jaya Saad, M.Si)

Kamis kemarin (18/11/21), bersama para pemangku kepentingan Lingkungan Hidup di Kota Palu, saya hadir dalam seminar akhir penyusunan Dokumen Informasi kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD) Kota Palu Tahun 2020. Kegiatan yang dibuka langsung Walikota Palu bapak H.Hadianto Rasyid itu, lewat pendekatan DPSIR (Driving Force, Pressure, State, Impact and Response), menyimpulkan tiga isu prioritas utama lingkungan hidup kota Palu tahun 2020 yaitu soal sampah, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3-limbah Covid-19)  dan ketersediaan air bersih. Kenapa disebut IKPLHD Tahun 2020, karena memang dokumen ini memotret bagaimana penanganan lingkungan hidup tahun kemarin, termasuk kinerja pengelolaan lingkungan hidup di Perangkat Daerah (PD) lainnya selama kurung waktu satu tahun sebelumnya atau tahun 2020. 

Dalam kesempatan pembukaan kegiatan tersebut, Walikota Palu dibuat cukup kesal, karena minimnya pimpinan PD yang hadir. “Meremehkan ini, ngaco, catat kepada dinas yang tidak hadir, masa jam segini  (jam 9 wita, undangan jam 8.30) belum hadir, bagaimana mau maju kota ini, ingat soal lingkungan hidup ini bukan hanya soal Dinas Lingkungan Hidup saja, tapi semua dinas harus memahami dan apa yang kita targetkan tahun 2023 untuk mendapat Adipura tentu itu bukan tujuan akhir, namun yang terpenting adalah bagaimana kota ini dibuat bersih dan nyaman bagi warganya, dan itu tugas kita bersama” pinta walikota dengan nada kesal.  Kekesalan walikota itu, bagi saya, dapat dimengerti. Dan sebagai akademisi ikut prihatin juga dengan ketidak seriusan sebagian pimpinan PD tersebut,  mengingat dokumen yang diseminarkan adalah soal kinerja lingkungan hidup PD itu juga.  Dokumen IKPLHD  menjabarkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup selama ini di Kota Palu. Artinya dokumen ini harusnya menjadi bagian integral dari keseluruhan kebijakan pembangunan kota Palu kedepannya, kalau pemerintah saat ini ingin menjadikan kota Palu bersih dan nyaman bagi warganya dan tentu saja penghargaan Adipura itu bukan hal sulit untuk diperoleh.

Bila menyimak yang disimpulkan dalam dokumen IKPLHD itu bahwa salah satu isu prioritas lingkungan hidup yang kembali muncul adalah soal sampah, artinya bila memperhatikan pendekatan yang digunakan (pendekatan DPSIR) dalam menentukan isu prioritas itu, maka apa yang dirasakan masyarakat kota selama ini bahwa sudah berkali-kali berganti pimpinan di kota Palu, soal sampah juga belum tertangani dengan baik, dan kota Palu masih jauh dari kesan sebagai kota bersih, terlebih bila kota ini habis diguyur hujan, sampah berserakan dimana-mana dan itu sangat mengganggu estetika kota.

Dalam dokumen itu juga dipaparkan,  bahwa salah satu  penyebab makin tingginya volume sampah adalah makin bertambahnya penduduk dan seiring pula dengan perubahan gaya hidup masyarakat kota yang lebih konsumtif. Hanya saja perubahan itu tidak diiringi dengan kesadaran lingkungan yang baik. Dan makin mengkwatirkan masih banyak masyarakat kota masih menganggap sampah bukan masalah, sehingga membuang sampah seenaknya. Dan itu menyebabkan sampah saban hari ditemukan  berserakan dimana-mana, baik di tengah jalan, di sungai atau selokan air.  Olehnya peran pemerintah kota sangat diharapkan, untuk menerapkan peraturan-peraturan dan sangsi-sangsi yang ada. Teori Herzbeg  menyebut bahwa manusia itu memiliki sifat binatang, sulit diatur,  jangan menunggu sadar dengan sendirinya,  makanya peran pemerintah kota harus hadir dengan ‘memaksa’ masyarakat kota itu tunduk pada aturan. Namun implementasi penerapan pola ini, tentu butuh kesiapan pemerintah kota, termasuk kesiapan fasilitas pendukung. Lemahnya pengawasan dan pelaksanaan aturan menjadi kendala tersendiri dalam pengelolaan sampah di kota ini.

Langkah konkret yang perlu dilakukan dan harus berkelanjutan adalah bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat kota dalam pengelolaan sampah, artinya perlu terus digalakkan upaya pemahaman secara berkelanjutan kepada masyarakat kota dalam pemisahan sampah organik dan non organik atau sampah basa dan sampah kering. Mana sampah yang masih patut didaur ulang, mana sampah yang harus ke tempat pembuangan akhir (TPA). Dan terpenting pengenalan masyarakat tentang sampah jenis bahan berbahaya dan beracun (B3).  Kategori sebagai sampah B3 adalah memiliki salah satu atau lebih karakteristik seperti mudah meledak, mudah terbakar, reaktif., beracun, infeksius dan korosi.  Itu sebab, karena sifafnya yang dapat mengganggu dan membahayakan lingkungan, sampah B3 harusnya ditangani secara khusus. Cara ini tentu lebih menjaga mutu lingkungan hidup dan dampak komponen-komponen yang dapat membahayakan masyarakat.

Peningkatan partisipasi masyarakat kota dalam soal pengelolaan sampah tentu tidak mudah, karena itu diperlukan treatment dari luar, berupa kegiatan fasilitasi dari pemerintah kota. Dengan fasilitasi maka masyarakat kota diposisikan sebagai dirinya, sehingga masyarakat termotivasi untuk berpartisipasi dan berbuat sebaiknya untuk keuntungan dirinya, karena menyadari bahwa bersih itu menjadi kebutuhan dari kesehatan diri dan lingkungannya, dan akhirnya menjadi kontrol sosial budaya masyarakat dalam menghargai lingkungan hidup, lingkungan sekitar untuk tidak membuang sampah seenaknya. Semoga.(Dr. H Kasman Jaya Saad, M.SI, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)

Pos terkait