MENTRANSFORMASI LITERASI BUDAYA DAN KEWARGAAN BAGI ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN BERMAIN BERMAKNA

  • Whatsapp
H. Salehuddin, S.P. M.Si (ist).

DUNIA anak adalah dunia yang penuh dengan kegembiraan, dimana setiap anak akan menikmati hidupnya dengan rutinitas bermain yang membuat mereka sehat, menjadi cerdas dan diliputi keceriaan.  Anak merupakan sosok miniatur orang dewasa,yang memiliki jiwa polos dan senang mencontohi orang-orang disekitarnya.  Anak usia dini menjadi sosok yang sangat perlu untuk diperhatikan, baik menyangkut pertumbuhan maupun perkembangannya.  Anak usia dini menjadi tumpuan orang tua untuk mulai meletakkan nilai-nilai dasar yang bermanfaat bagi anak pada hidupnya nanti.  Sebutan the golden age   menjadi masa kritis sekaligus titik sentral anak, dalam menginisiasi segala potensi yang ada pada dirinya.  Masa kanak-kanak adalah masa yang paling penting dalam membentuk kepribadian yang baik, serta meningkatkan potensi yang dimiliki agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal lewat bantuan orang sekitarnya, utamanya keluarga.  Dalam proses pendidikan, anak usia dini membutuhkan keteladanan, motivasi, pengayoman/perlindungan, serta pengawasan secara berkesinambungan, yang semuanya sebagai frame kehidupan anak dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya.  Anak akan tumbuh dan berkembang dengan optimal, jika terpenuhi segala kebutuhannya.   Kebutuhan itu berupa kebutuhan kesehatan, pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan.  Anak membutuhkan  asupan makanan yang memiliki gizi seimbang, bernutrisi serta berada dalam lingkungan yang bersih dan sehat.  Anak penting untuk diberikan stimulasi yang tepat, sesuai usia anak. Hal itu bertujuan agar perkembangan kognitif, psikomotorik, dan psikologis anak menjadi optimal.  Pola asuh perlu diberikan oleh orang tua secara efektif dan positif, hal ini berkaitan erat dengan pemberian kesehatan dan pendidikan anak.  Demikian pula perlindungan, kebutuhan ini diberikan dengan cara orang tua membatasi penggunaan gawai/gadget  dan pengelolaan emosi yang tepat.

            Pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal, akan mendorong anak memiliki kemampuan literasi yang baik.  literasi dijabarkan sebagai kemampuan individu untuk menggunakan potensi yang ia miliki (kemampuan yang tidak sebatas hanya baca tulis saja), namun juga keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis, yang dipengaruhi oleh kompetensi di bidang akademik, konteks nasional, institusi, nilai-nilai budaya, dan pengalaman.  Literasi atau keberaksaraan penting untuk mencetak individu yang tidak hanya cerdas dalam bidang akademik, namun juga memiliki pola pikir kritis dan logis.  Praktiknya tentu saja tidak harus terpaku pada pembelajaran di sekolah, orang tua dirumah pun, perlu turut andil dalam menanamkan pendidikan literasi pada anak mereka sejak dini.  Literasi memiliki tujuan yang dapat mendukung kehidupan anak di masa depan.  Mengapa literasi yang berkaitan erat dengan bagaimana seseorang mampu membaca dan menangkap makna, serta mengambil keputusan tersebut menjadi penting, khususnya bagi kita di Indonesia ?.  Hasil penelitian PIRLS  (Progress in International Reading Literacy Studi)  menyatakan bahwa prestasi literasi membaca siswa kelas IV Indonesia betrada pada posisi 41 dari 45 negara peserta.  Selanjutnya UNESCO ( United Nation of Education Scientific and Cultural Organization)  pada tahun 2012 melansir data statistik yang menyebutkan, bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001 atau dari 1000 hanya 1 saja yang memiliki minat baca.   Kemudian menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud kemampuan membaca anak usia 15 tahun di Indonesia hanya 37,6 dan itu merupakan membaca tanpa bisa menangkap maknanya.   Keseluruhan dari hasil penelitian tersebut diatas, menunjukkan bahwa literasi di Indonesia masih minim.   Sebagaimana kita ketahui, bahwa tujuan literasi antara lain : Menciptakan dan mengembangkan budi pekerti yang baik, Menciptakan budaya membaca di sekolah dan masyarakat, Meningkatkan pengetahuan dengan membaca berbagai macam informasi bermanfaat, Meningkatkan kepahaman seseorang terhadap suatu bacaan, Membuat seseorang bisa berpikir kritis, dan Memperkuat nilai kepribadian.  Disamping itu, literasi juga bermanfaat dalam Meningkatkan pengetahuan akan kosa kata, Membuat otak bisa bekerja optimal, Menambah wawasan, Mempertajam diri dalam menangkap suatu informasi dari sebuah bacaan, Mengembangkan kemampuan verbal, Melatih kemampuan berpikir dan menganalisa, Melatih fokus dan konsentrasi, serta Melatih diri untuk bisa menulis dan merangkai kata dengan baik.  Literasi tidak hanya penting bagi usia anak diatas 6 tahun, namun juga sangat penting bagi anak anak usia dini, dan literasi bagi anak usia dini perlu diasah sedemikian rupa dengan metode dan strategi yang baik. 

            Literasi menurut para ahli,  dibedakan atas beberapa jenis, yaitu  : (1). Literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial;    (2). Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) bisa memperoleh, menginterpretasikan, menggunakan, dan mengomunikasikan berbagai macam angka dan simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari; (b) bisa menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) untuk mengambil keputusan;  (3). Literasi sains adalah pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, membangun kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya, serta meningkatkan kemauan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait sains;  (4). Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari;  (5). Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan (a) pemahaman tentang konsep dan risiko, (b) keterampilan, dan (c) motivasi dan pemahaman agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat; dan (6). Literasi budaya dan kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa, sementara itu, literasi kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat.

Anak usia dini perlu ditingkatkan pendidikan literasinya, khususnya literasi budaya dan kewargaan.   Hal ini menjadi penting, mengingat kompleksitas globalisasi dan pergaulan bangsa serta antar masyarakat, makin hari semakin dinamis.  Karena itu, sejak dini anak perlu diperkenalkan sekaligus dipahamkan tentang literasi ini.  Proses transformasi yang sistemik dari orang terdekat anak, yaitu orang tua dan guru, sangat diperlukan.  Melalui bermain, transformasi ini dapat terarah dan membekas pada jiwa anak.  Namun bermain yang dimaksud adalah bermain bermakna, yang tidak sekadar bergerak atau menonton game.  Sigmund Freud menegaskan, bahwa bermain memiliki nilai terapeutik. Bermain adalah kegiatan yang memiliki manfaat untuk mengatasi ketidakseimbangan psiko-emosional dalam diri individu. Bermain bisa menjadi sarana terapi untuk mengatasi kondisi stress, cemas, takut, khawatir, atau depresi yang dialami oleh seorang anak.  Berbeda dengan menonton film, bermain game online, atau menyaksikan video di gadget, bermain dapat membangun tubuh lebih sehat dan aktif. Bahkan dalam masa pandemi, ketika pergerakan dan aktivitas sosial terbatas, bermain secara fisik mampu menumbuhkan rasa optimisme. Bermain memang suatu aktivitas yang fleksibel, baik dari segi durasi maupun medianya. Anak bisa berlama-lama bermain hujan misalnya, atau bermain dengan play dough buatan sendiri. Bermain juga tak terpaku pada waktu dan alat permainannya. Kita dapat  menggunakan anggota badan untuk bermain bersama anak, seperti bermain gerobak, di mana anak berjalan menggunakan kedua tangannya dan orang tua memegang kaki anaknya. Bagi anak-anak, bermain adalah aktivitas yang dilakukan karena kesukaan, bukan karena harus memenuhi tujuan atau keinginan orang lain, apalagi keinginan orang tuanya sendiri. Ini dikarenakan bermain  dilakukan   untuk   kepentingan   diri   sendiri,   dilakukan   dengan   cara-cara menyenangkan, tidak bertujuan pada hasil akhir, fleksibel, aktif, dan tentunya bernuansa positif.              Anak akan dibiasakan dengan bermain bermakna yang menciptakan suasana sosial interpersonal yang tinggi.  Mereka akan mengetahui kebiasaan dan adat temannya, mengapa kebiasaan itu dilakukan, bagaimana melaksanakan budaya di lingkungan temannya, dan bagaimana dirinya bertindak di tengah budaya yang ada pada temannya.  Selain itu, ia akan tahu menempatkan diri di lingkungan budaya temannya.

          Pertanyaan yang patut kita jawab, sudah sejauh manakah kita sebagai guru dan orangtua memberikan bimbingan dan perhatian lebih terhadap anak? Apakah kita hanya sibuk bekerja atau selalu menyempatkan waktu yang berkualitas bersama anak di sela-sela kesibukan? Semoga saja jawabannya positif, kalaupun belum, semoga kita bisa belajar dan berjuang menjadi orangtua yang lebih baik lagi demi kemajuan anak-anak kita (H. Salehuddin,  S.P.  M.Si., Widyaprada pada UPT BP PAUD dan Dikmas Sulawesi Tengah).

Pos terkait