FRAUD AKADEMIK DAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

  • Whatsapp
Dr H Kasman Jaya Saad (ist)

Minggu lalu, tepatnya tanggal 18-19 Agustus 2021, secara daring saya mengikuti kegiatan Training of Trainer (ToT) seri ke IV bagi dosen atau calon dosen pengampu mata kuliah pendidikan anti korupsi di perguruan tinggi, yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Kegiatan yang sungguh bermanfaat dan menarik karena materi dibuat sistematis dari narasumber yang mumpuni terkait dengan maksud TOT itu. Direktur Jejaring Pendidikan KPK, Aida Ratna Zulaiha yang membuka kegiatan tersebut mengingatkan pendidikan antikorupsi di Perguruan Tinggi (PT) merupakan proses pembelajaran dan pembentukan perilaku yang berkaitan dengan pencegahan perilaku koruptif dan tindak pidana korupsi. Kata pembentukan perilaku menjadi entri poin dari tulisan ini. Upaya pembentukan perilaku tidak boleh semata aspek kognitif, namun juga perlu aspek afektif (penanaman nilai/moral) dan psikomotorik (keteladanan dalam berperilaku). Aspek kognitif terkait dengan pengetahuan terminologi korupsi dengan berbagai varian sebab dan tindak pidana yang akan menjerat, akan mudah dituturkan, namun bagaimana dengan sistem pendidikan kita di PT, dan perilaku tenaga pendidiknya

Pertanyaan ini mengingatkan saya dengan hasil penelitian seorang kawan terkait fraud (kecurangan) akademik tenaga pendidik di perguruan tinggi. Penelitian yang mengambil sampel di salah satu wilayah layanan pendidikan tinggi, menemukan fakta menarik tentang perilaku fraud tenaga pendidik yang tentu saja tidak memberi contoh yang baik bagi pembentukan perilaku anti korupsi sebagaimana yang diharapkan dari TOT . Berdasarkan uji validitas (product Moment) dan reliabilitas (Spearman-Brown) yang dilakukan dengan tingkat keyakinan 95% (α =0,05) disebutkan beberapa prilaku fraud tenaga pendidik itu adalah; 1. Menjanjikan kelulusan ujian skripsi dengan membayar sejumlah dana 2. Menerima uang dari mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang tidak memenuhi standar 3. Memberikan nilai rendah pada mahasiswa yang memenuhi standar dengan rekomendasi bimbingan 4. Membuat karya tulis (skripsi) dengan modus jasa konsultasi dengan tarif tertentu 5. Tidak mengajar sesuai dengan RPS 6. Tidak melaksanakan pengawasan  ujian sebagai kewajibannya dan 7. Berkolusi dengan mahasiswa untuk mengubah nilai dengan bayaran tertentu.

Bentuk-bentuk fraud atau kecurangan akademik itu yang dilakukan tenaga pendidik tersebut, boleh jadi masih banyak varianya, namun temuan itu sudah  cukup mencengangkan. Lantas bagaimana 9 nilai-nilai anti korupsi itu bisa diimplementasikan pada mahasiswa bila perilaku tenaga pendidik dipenuhi fraud,dipenuhi kecurangan.  Sulit mengharapkan lantai bersih dari sapu yang kotor.

Kehadiran tenaga pendidik yang dipenuhi nilai-nilai kebaikan adalah jaminan pendidikan anti korupsi dapat membentuk perilaku yang anti korupsi. Tenaga pendidik bukan hanya dituntut piawai mentransfer knowledge tetapi juga piawai mentransfer value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi lahirnya perilaku anti korupsi. PT adalah aset bangsa yang di dalamnya bukan hanya terjadi pergumulan ilmu pengetahuan secara  profesional  namun juga  perilaku etis yang tinggi. Artinya PT bukan hanya diharapkan mencetak sumber daya manusia yang unggul namun juga terbangun etika akademik yang penuh kejujuran, keterbukaan dan objektivitas.

Dan yang terpenting bagaimana sebagai pendidik menjadi  role model bagi mahasiswa. Role model dapat diartikan sebagai panutan  atau dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai teladan yaitu  sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang kelakuhan, perbuatan, sifat, dan sebagainya) dari seseorang. Maka untuk menjadi role model, sebagai pendidik harus mempertontonkan peran dan fungsinya dengan benar, jauh perilaku fraud. Tetap istiqomah dalam kata dan perbuatan. Menjadikan  kejujuran dan ucapan yang benar sebagai pagar kehidupan. Dan sebagai pendidik tak boleh kompromi bila ada sesuatu tak sesuai aturan. Harus bersikap tegas dalam kata, teguh dalam perbuatan, dan teguh dalam komitmen. Tidak berpikir jalan pintas (shortcut) untuk mencapai sesuatu dan itu sebab tak mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Ketika nilai-nilai kebaikan itu dicerminkan dalam sikap dan perilaku keseharian para pendidik, terlebih yang diberi tanggung jawab mengampu mata kuliah anti korupsi,  maka tentu akan sangat efektif dalam  pembentukan perilaku anti korupsi.  Perilaku anak didik atau mahasiswa, ditentukan  oleh sistem besar dalam sistem pendidikan di PT yang ada. Jika nilai-nilai integritas atau kejujuran dalam sistem besar itu misalnya menjadi budaya, maka mahasiswa  akan melakukan hal yang sama. Hukum keteladanan (role modeling) adalah hukum alam yang universal.  Semoga bermakna dan terus berbenah untuk negeri bebas korupsi. Merdeka!!! (Dr H Kasman Jaya Saad, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)

Pos terkait