JAKARTA– Menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia 76 tahun, TAMAN INSPIRASI SASTRA INDONESIA sebagai komunitas para penyair, budayawan dan insan berkesenian meluncurkan buku Antologi Puisi 76 Penyair dari 34 Provinsi di Indonesia. Peluncuran buku tersebut digelar secara virtual, Ahad (15/8/2021) sore dihadiri puluhan penyair nasional,termasuk tim perumus kegiatan sebanyak 15 orang dan perwakilan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek RI.
Ketua Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) M Oktavianus Masheka menyampaikan peluncuran Buku Antologi Puisi yang bertemakan “76 Penyair Membaca Indonesia”, tersebut bertujuan memberi masukan sumbangsaran kepada Pemerintah, tentang apa saja yang belum tercapai pada usia 76 tahun Indonesia merdeka dari sudut pandang penyair, yang kelak karya penyair menjadi asupan inspirasi bagi Pemerintah dalam merumuskan dan menentukan kebijakan.
TISI selaku komunitas sastra lahir pada tanggal 1 April 2021 dengan konsep “Ibadah Sastra”, lanjut Oktavianus, berkewajiban menjadi bagian dari sosial kontrol masyarakat, dimana perananan para penyair ikut mengisi kemerdekaan dengan berkarya dalam puisi maupun menyelenggarakan kegiatan sastra lainnya, untuk menjadikan Indonesia lebih baik di masa mendatang.”
Praktisi Sastra, Saut Raja H. Sitanggang selaku Praktisi Sastra dalam kesempatan itu menyampaikan karya 76 Penyair Membaca Indonesia ini patut diapresiasi sebagai himpunan pandangan kritis, kado cinta kasih para penyair/pemuisi pada perayaan Hari Ulang Tahun Ke-76 Republik Indonesia. Buku ini merangkai 76 sajak dengan aneka rupa topik. Kontributornya berasal dari 34 provinsi di Indonesia, yang punya kepedulian merawat keutuhan Republik tercinta ini. Salah satu topik sorotan yang tersaji dalam 76 Penyair Membaca Indonesia, karya Eki Thadan berjudul “76 Tahun Sudah” mengguratkan isi hatinya: /Usia kau sudah 76 tahun/tidak lagi muda berapi-api saat berorasi/mengapa anak-anakmu pandai berkorupsi/memakan tanah, hutan, baja juga besi/mengunyah apa saja tanpa basa-basi.
Sementara itu, Penyair Senior, Wardjito Soeharso menyampaikan pentingnya menyusun konsep dasar dan wujud nyata reaktualisasi kebudayaan, konsep dasar dan wujud. Saatnya mengembalikan karakter bangsa sesuai cita-cita proklamasi kemerdekaan. ‘’Karakter cinta kasih pada negeri. Bentuknya memberi karena peduli, dedikasi atas nama penghormatan, penghargaan, dan pengabdian. Bukan seperti yang terjadi saat ini. Semangatnya meminta, bahkan bila perlu menjarah. Yang tampil karakter korupsi tanpa peduli nasib bangsa sendiri,’’tandasnya.
Menurutnya,reaktualisasi kebudayaan adalah kerja besar. Disebutkan, empat masalah besar yang harus jadi prioritas untuk diselesaikan bangsa ini, yaitu (1). Pancasila dengan reinterpretasi dengan pendekatan kultural (budaya), (2). Wawasan Kebangsaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika untuk mencegah polarisasi yang sangat merusak, (3). Kesenian yang perlu diberi ruang lebih luas sebagai alat membangun empati publik dengan sentuhan estetika, (4). Bahasa dan Literasi untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia menjadi lebih cerdas dan lebih impresif dalam berekspresi mengeluarkan pikiran dan perasaannya.
Wardjito juga menekankan agar sektor kebudayaan menjadi perhatian serius dan prioritas oleh pemerintah. Sudah saatnya sektor kebudayaan berdiri sendiri dan ditangani kementerian khusus kebudayaan. ‘’Kebudayaan memiliki ranah yang cukup komplek sehingga harus ditangani secara khusus dan tersendiri. Tidak seperti selama ini yang digabung dengan bidang pendidikan,’’tekannya lagi.
Usai peluncuran buku antologi tersebut dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh penyair senior Jose Rizal Manua. Setelah itu, diskusi dengan para jurnalis dari berbagai media cetak dan elektronik. Dalam kesempatan itu juga para penyair senior berkesempatan tampil membacakan puisi seperti H Masamah Mufti, Hera Paduae, Dhenok Kristianti, Octavianus Masheka.(sam)