KEPERCAYAAN DIRI PARA CALEG

  • Whatsapp
Dr.H. Kasman Jaya Saad, M.Si (ist)

Tulisan ini lahir dari banyak interaksi penulis dengan Calon Legislatif (Caleg) yang akan berkontestasi dalam pemilu tahun ini, 2024. Caleg itu dari berbagai latar belakang partai politik dan juga calon perseorangan dari calon DPD.   Sungguh saya salut dengan kepercayaan diri mereka (Caleg) yang begitu tinggi. Dan memang diperlukan kepercayaan diri bila ingin berkontestasi dalam pemilu. Adagium psikologi motivasi menyebut bahwa bila ingin meraih sukses harus percaya diri (Pede). Orang-orang sukses memang adalah mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi (Self-confidence). Namun perlu diingatkan agar jangan terlalu berlebihan. Segala berlebihan di alam ini bisa sangat merusak. Termasuk, percaya diri, bahasa anak sekarang atau gaulnya over-pede, bisa berpotensi merugikan. Banyak caleg kelihatannya begitu- over-pede. Bahasanya melangit dengan asumsi-asumsi bahwa dukungan rakyat sudah demikian tinggi diperolehnya dan terkadang menghayalkan sudah terpilih, begitu yakinnya.

Lalu sering saya menanyakan dasar ke”pedean” nya, biar ada base-line datanya,  misal soal kompetensinya dengan karakter yang dikehendaki pemilih atau pengalaman dengan posisi yang akan diembannya.  Namun yang saya temukan jawaban yang normatif, bahwa mereka sudah banyak baliho, kalender dan bahan kampanye lainnya dibagikan, juga sudah membentuk relawan dan sering melakukan berbagai anjang sana kemasyarakat seperti hadir pesta perkawinan, kedukaan, sampai dengan syukuran gunting rambut. Kedekatan dengan masyarakat-pemilih diyakini juga telah dilakukan dengan tak henti menyapa masyarakat setiap kesempatan. Senyumpun tak henti dihamburkan, biar masyarakat pemilih memaknai bahwa mereka memang layak dipilih.

Tak sampai disitu, agar para caleg memiliki kesiapan, juga saya tanyakan apa bekal atau modalnya, terlebih di tengah perilaku pemilih kita yang begitu pragmatis, agar tiada sesal dan kekecewaan juga berlebihan kelak.  Pemilih sering kali sudah tidak melihat kemampuan integritas, kapasitas dan kapabilitas sang caleg. Politik uang telah membuat pemilih tidak lagi menjadi logis, tetapi hanya tergantung pada siapa yang telah memberinya. Politik uang telah menggeser idealisme dan nilai keutamaan pada pemilu.  Memantik idealisme ditengah dinding tebal pragmatisme pemilih saat ini, ibarat kita berteriak di tengah rimba yang tak bertua.

Itulah yang saya sampaikan kepada para caleg yang juga pada umumnya kawan itu, terlebih kawan yang baru bacaleg. Perlu pasang kuda-kuda biar tak meredam duka dan sakit (depresi) yang mendalam. Olehnya  diperlukan kesiapan  mental, bila kelak ambisinya itu tak berujung seperti diharapkan. Banyak pengalaman sebelumnya, over-pede caleg lebih merugikan, karena umumnya tidak seperti yang diharapkan, lebih bertepuk sebelah tangan, artinya pemilih ternyata tidak menentukan pilihannya sesuai dengan harapannya.

Modal finansial tak sedikit untuk memfasilitasi segalanya-proses bacaleg, ternyata suara diperolehnya tak signifikan, begitu jauh dari harapan. Dalam politik kontestasi selalu ada jarak antara harapan dengan kenyataan, antara das sollen atau suara yang diharapkan terperoleh dan Das sein atau kenyataan yang ada dalam hitungan suara terperoleh. Kekecewaanpun akhirnya tak terbendung. Ada duka-sakit yang sulit begitu saja dihilangkan.  Dalam bahasa psikologi ini disebut “delusi”. Delusi adalah orang yang begitu Pede, keyakinan yang dipegang begitu kuat, namun tidak didasari data yang akurat. Bukti-bukti yang dimiliki sesungguhnya tidak memiliki fakta dalam realitas, hanya asumsi dirinya an sich. Hanya berbekal kepercayaan diri (over-pede) saja.

Akhirnya perlu memaknai kontestasi pemilu ini lebih wise, bahwa kepercayaan diri itu penting, namun jangan over-pede. Delusi itu adalah kepercayaan yang bersifat patologis. Kepercayaan yang tinggi tidak disertai realitas memang bisa menghadirkan kekecewaan yang berat (depresi). Dampak berikutnya adalah, boleh jadi akan melahirkan pribadi yang berbeda dengan sebelumnya, menjadi  anti sosial, emosi negatif, kehilangan minat dan percaya diri serta tidak mudah percaya kepada sesama. Ah, semoga tidak demikian. Sekali lagi salut untuk mereka yang punya ambisi menjadi caleg (wakil rakyat), yang sungguh-sungguh menjadi wakil rakyat, kelak bila terpilih.(Dr. H. Kasman Jaya Saad, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)

Pos terkait