PALU – Pasca dilakukannya eksekusi pengosongan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dewi Sartika, Pengadilan Agama Palu dan Bank Syariah Indonesia (BSI) terus mendapatkan sorotan dari pihak ahli waris almarhum Benny Yuslih yakni Suciati selaku pemilik PT Destik. Tak hanya dianggap ilegal, proses eksekusi SPBU yang terkesan terburu-buru itu menimbulkan kecurigaan yang dinilai terdapat indikasi mafia di dalamnya.
Di depan awak media, melalui kuasa hukumnya, pihak Suciati membeberkan satu per satu alibi temuannya yang dianggap memiliki kejanggalan didalamnya. Dianggap terdapat konspirasi di antara tubuh notaris, PT. Gasmindo, dan pihak Bank Syariah Indonesia (BSI). Dimana Akta Jual Beli (AJB) yang menjadi pegangan BSI sebagai bukti bahwa sebanyak 2 (dua) sertifikat di SPBU Dewi Sartika telah diagunkan dianggap hasil daripada pemalsuan.
Sebab, dalam pengakuan Suciati dalam persidangan sebelumnya, dirinya tak pernah sekalipun menandatangani AJB dimaksud. Selain itu, tak ada pula tanda tangan ahli waris, sehingga membuktikan bahwa AJB tersebut tak sah. “Ada konspirasi yang dibangun notaris Hasnah, PT. Gasmindo, dengan pihak BSI. Dimana AJB itu tidak ditandatangani oleh para ahli waris, adapun tanda tangan ibu Suci (Suciati, red) itupun ibu membantah dalam persidangan tidak melakukan itu,” beber Kuasa Hukum Suciati, Salmin Hedar, di depan awak media, Senin (7/8/2023) sore.
Adapun pemenang lelang (PT. Butol Raya Nusantara, red), menurutnya, belum berhak mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Agama dikarenakan SHM atas lahan seluas 200 meter persegi tersebut masih atas nama Suciati Yuslih. “Saya sudah mengajukan keberatan ke Kantor Lelang Negara, karena masih dalam upaya hukum, tapi tetap dilelang. Itu artinya Kantor Lelang Negara melakukan perbuatan melawan hukum,” sebutnya.
Alhasil, pelelangan tersebut dimenangkan PT. Butol Raya Nusantara. Atas dalih itu, Pengadilan Agama Palu kemudian melakukan eksekusi mendampingi pemenang lelang untuk melakukan pengosongan asset sekiranya empat hari yang lalu (3/8). Dengan berdasarkan belum adanya legal standing berupa SHM balik nama yang dimiliki PT. BRN, pihak Suciati menyayangkan Pengadilan Agama Palu tetap menerima permohonan eksekusi yang diajukannya.
Selain itu, pihak Suciati mengaku telah melakukan upaya-upaya hukum lainnya yakni melaporkan beberapa kasus perbankan di Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng sejak 7 (tujuh) bulan yang lalu. Pihaknya bahkan menduga ada konspirasi antara BSI, Notaris dan PT. Gasmindo, dimana BSI dianggap tak mengikuti kaidah prinsip kehati-hatian Perbankan yang telah berani memberikan kredit tanpa melakukan survey kepada Debitur (PT. Destik) terlebih dahulu. “Dari awal kredit memang sudah tidak benar”, tegas Salmin.
Adanya kejanggalan-kejanggalan itu, pihak Suciati mengindikasikan ada sosok mafia yang bergerak dibelakang perkara itu. Bahkan Kuasa Hukum, Salmin Hedar, menyebut dengan jelas inisial ‘ART’ ada di balik PT. Butol Raya Nusantara. “Apakah ada pihak-pihak yang memaksakan?, Nanti saya bongkar ya siapa di belakang PT. Butol Raya Nusantara, saya berikan inisialnya ‘ART’, itu dibelakangnya ya, tulis saya punya pernyataan,” tegasnya di depan awak media.
Diketahui, berdasarkan pengakuan pihak Suciati melalui kuasa hukum Dian Farizka, sedianya perkara itu diawali peminjaman SHM SPBU tersebut oleh tuan Herij dan Nyonya Heritan (PT. Gasmindo Utama) untuk diagunkan ke BNI Syariah Cabang Palu (BSI sekarang) pada 23 September 2016 silam. Dimana dalam kontraknya, peminjaman SHM tersebut diberikan waktu dalam jangka waktu 5 (lima) tahun hingga 23 September 2021. Namun dalam perjalanannya, tuan Herij dan Nyonya Heritan tak membayarkan hutang senilai kurang lebih Rp.13 milyar itu hingga BSI melelangnya.(SCW)