DONGGALA– Bagi orang awam, sabut kelapa tak lebih dari sebuah limbah dan hanya kerap digunakan sebagai alat pembakaran. Tak banyak yang tahu jika sabut kelapa diolah ternyata punya nilai ekonomis tinggi. Sabut kelapa bisa jadi sapu, pot bunga, tali, keset hingga jok mobil. Ini tentunya menjadi peluang besar bagi masyarakat untuk meraup rupiah dari sabut kelapa.
Hal inilah yang dilakukan dosen Universitas Alkhairaat Palu melalui Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM) di Desa Kaliburu, Kecamatan Sindue Tambusabora, kabupaten Donggala. Ini merupakan merupakan kedua di desa tersebut setelah sebelumnya fokus pada pengolahan hasil perikanan. Kini beralih ke pengolahan hasil perkebunan. Melalui program yang diketuai Dr Ahsan Marjudo ini, puluhan warga desa tersebut dilatih untuk mengolah sabut kelapa menjadi sapu.
Di hadapan warga Kamis (3/6/2021) pagi, Dr Ahsan Marjudo menyampaikan program ini merupakan bagian dari pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan limbah sabut kelapa menjadi sapu. Usaha tersebut, lanjut Ahsan, sangat potensial karena di Desa Kaliburu terdapat perkebunan kelapa yang cukup luas. Ditekankan, manfaat program ini juga untuk meningkatkan pendapatan warga yang saat ini mengalami kesulitan ekonomi akibat dampak wabah covid-19. ‘’Melalui program ini diharapkan bisa menambah sumber pendapatan warga. Selama ini mereka hanya menggantungkan hidup dari berkebun dan melaut,’’tandasnya.
Dosen Perikanan Unisa Palu tersebut menambahkan melalui program ini, warga yang nantinya dilatih dan dibekali ilmu bisa menjadi pelopor pengembangan ekonomi kerakyatan di Desa Kaliburu. Program tersebut diharapkan tidak hanya menjadi ekonomi produktif tapi juga kreatif.
Sementara itu, Lukito selaku instruktur dalam pelatihan itu menyampaikan jika sabut kelapa sesungguhnya punya nilai ekonomis tinggi. Sehingga disayangkan jika Desa Kaliburu yang memiliki perkebunan kelapa yang luas tidak dimanfaatkan kulitnya. Lukito menyebutkan, di sejumlah daerah di Pulau Jawa, sabut kelapa sudah menjadi sumber pendapatan warga. ‘’Mereka mengolah sabut kelapa menjadi berbagai bentuk kreatif dan bernilai ekonomis. Selain jadi sapu, sabut kelapa bisa diolah menjadi keset, pot bunga, tali maupun jok mobil,’’urainya.
Lukito bahkan membeberkan jika sabut kelapa kini menjadi komoditi ekspor. Sejumlah Negara di Asia seperti Korea, Jepang dan Cina membutuhkan banyak sabut kelapa untuk diolah menjadi berbagai produk bernilai tinggi. Tak heran, kata dia, banyak investor dari Negara-negara tersebut datang ke Indonesia membeli langsung sabut kelapa dengan harga murah dan meraih untung besar. Karenanya, ia berharap melalui pelatihan ini, warga Desa Kaliburu tidak menyia-nyiakan peluang usaha kreatif dari hasil olah sabut kelapa. ‘’Kita harap nanti orang luar negeri datang ke sini membeli sabut kelapa tapi sabut yang sudah diolah sehingga warga kita dapat untung banyak,’’tandasnya lagi.
Usai mendapatkan teori dari instruktur, puluhan warga kemudian langsung mengikuti praktik. Sebuah mesin pengolah dan pengurai serat sabut kelapa menjadi bahan sapu. Sebelumnya sabut kelapa yang utuh dipotong membujur menjadi beberapa bagian dan direndam selama satu hingga dua hari agar memudahkan serat terurai dari gabusnya. Serat yang telah terurai itulah yang menjadi bahan sapu.
Hanya butuh waktu dua jam, warga sudah menghasilkan lima buah sapu berbahan sabut kepala. Warga cukup antusias mengikuti pelatihan tersebut dan berharap segera menerapkan hasil pelatihan tersebut. ‘’Ini sangat bagus pak. Kami jadi bersemangat. Ternyata sabut kelapa ini punya nilai ekonomis,’’ujar Aslan, salah seorang peserta pelatihan yang juga tokoh masyarakat di desa tersebut.(sam)