HGU PT Mamuang Clear, Sudah Inclave 250 Hektar

  • Whatsapp
Community Development Officer (CDO) PT Mamuang, Hermanto Rudi mengatakan, proses pembukaan lahan PT Mamuang telah dilaksanakan dengan clean and clear (bersih dan jernih).(amri/mediasulawesi.id)

PASANGKAYU – Puluhan orang mengaku masyarakat Adat Suku Tado Kabuyu mengklaim tanah ulayat adalah tanah mereka dengan menduduki lahan yang berada di wilayah Hak Guna Usaha (HGU) PT Mamuang di Desa Martasari, Kecamatan Pedongga, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat.

PT Mamuang dengan tegas membantah klaim tersebut. Pihak menejemen melalui Community Development Officer (CDO) PT Mamuang, Hermanto Rudi mengatakan, proses pembukaan lahan PT Mamuang telah dilaksanakan dengan clean and clear (bersih dan jernih).”Pada saat survey, memang terdapat sekira 10 kepala keluarga (KK) masyarakat Kabuyu yang ditemui bermukim di pinggiran Sungai Pasangkayu. Untuk mencapai lokasi tersebut, saat itu dengan cara menyusuri Sungai Pasangkayu,” kata Rudi di Pasangkayu, Sabtu (12/3/2022).

Menurutnya, lahan yang telah dikelola oleh 10 KK tersebut beserta lahan pencadangan untuk pecahan KK dikeluarkan dari permohonan HGU PT Mamuang sebanyak 250 Hektar  (Ha).Lahan yang sudah dikelolah oleh masyarakat Kabuyu dari 10 KK tersebut termasuk lahan-lahan pencadangan untuk pecahan KK masyarakat Kabuyu tidak masuk ke dalam HGU PT Mamuang berdasarkan kesepakatan antara pemohon HGU dengan Tim Penyedia Tanah Kabupaten Tingkat (TK) II Mamuju tahun 1994,” tutur Rudi.

Dengan kata lain, Rudi menjelaskan, di dalam HGU PT Mamuang tidak ada lahan masyarakat Kabuyu. Jadi apa yang diklaim oleh sekelompok orang yang mengaku masyarakat Kabuyu itu tidak berdasar sama sekali.”Klaim yang tidak berdasar tersebut bisa menyebabkan terjadinya benturan antar masyarakat. Untuk menghindarinya, semua pihak harus bersandar pada hukum yang berlaku,” katanya.

Salah satu contoh yang sangat disesalkan, Rudi menyebutkan, seperti peristiwa yang terjadi akhir Februari lalu. Sekelompok orang mengaku masyarakat Kabuyu dan masyarakat dari Lalundu 2 dan Lalundu 4, Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala melarang karyawan bekerja di kebun PT Mamuang.

“Mereka sempat memberhentikan sopir truk yang sedang mengangkut buah sawit perusahaan. Tidak hanya itu, pintu mobil truck tersebut digedor dengan keras dan meminta sopir untuk menurunkan TBS (tandan buah segar) yang dibawa jauh dari lokasi penghadangan,” sebutnya.

Atas kejadian pada 24 Februari yang tidak menyenangkan tersebut, Rudi mengungkapkan, sopir truk merasa ketakutan dan membuat laporan polisi (LP) ke Polres Pasangkayu keesokan harinya pada tanggal 25 Februari.

Rudi juga menyatakan, pihak PT Mamuang tidak melaporkan petani sebagaimana yang dituduhkan oleh Frans di media sosial (medsos) facebook (FB).

“Apa yang dituduhkan oleh Frans adalah Hoax. PT Mamuang menjunjung tinggi komitmen untuk taat pada hukum, menyerahkan proses hukum ke penegak hukum dan sudah tentu tidak akan melakukan intervensi atas proses hukum tersebut,” tegasnya.

Sevelumnya, mantan Kepala Desa (Kades) Martasari, Timotius bercerita kalau dirinya menjabat Kades Martasari di tahun 1994 bersamaan dengan kepengurusan HGU perkebunan PT Mamuang.

“Proses permohonan HGU diajukan PT Mamuang di tahun 1994 diproses tim panitia penyedia tanah Kabupaten TK II Mamuju, dengan melakukan peninjauan lapangan atau lokasi tanah yang dimohonkan menjadi HGU oleh perusahaan PT Mamuang dipimpin saat itu Asisten I Mamuju, Daniel Tammati,” cerita Timotius dikediamannya.

Ia menjelaskan, saat itu ditemukan sebagian tanah telah dikuasai masyarakat Kabuyu dipergunakan untuk pemukiman, dimana lokasi tanah itu merupakan perkampungan Kabuyu dan lokasi perkebunan.

“Atas kesepakatan antara pemohon HGU dengan tim dari Kabupaten Mamuju, lahan yang telah dikuasai oleh masyarakat dan juga dipergunakan untuk pencadangan lokasi sekitar 250 Ha dikeluarkan dari permohonan HGU,” jelas Timotius.

Menurutnya, kesepakatan itu dituangkan dalam berita acara tentang hasil peninjauan lapangan areal HGU PT Mamuang oleh tim dalam rangka pemberian rekomendasi HGU tanah tidak bermasalah.

Timotius mengungkapkan, setelah kesepakatan ini dilaksanakan, pihak PT Mamuang mengeluarkan lahan seluas 250 Ha, maka dilanjutkan proses HGU ketingkat Kantor Wilayah (Kanwil) badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Selatan, karena saat itu belum ada Provinsi Sulawesi Barat masih wilayah Sulsel.”Seiring dengan pembukaan lahan (land clearing) dilakukan perusahaan PT Mamuang dengan membuka akses jalan kebun, maka lokasi perkampungan Kabuyu sangat mudah diakses,” ungkapnya.

Dirinya menjelaskan, dalam areal tanah HGU yang dimohon PT Mamuang itu tidak terdapat tanda-tanda penguasaan, kepemilikan, maupun penggunaan tanah oleh perorangan dan masyarakat setempat, karena merupakan tanah dikuasai langsung negara.”Berdasarkan surat Kakanwil BPN Provinsi Sulawesi Selatan ditahun 1996, diterbitkan kepemilikan HGU kepada PT Mamuang sekitar 8.000 Ha,” katanya.

Timotius menyampaikan kalau dirinya saat ini tidak lagi punya wewenang, namun sebaiknya kedua belah pihak antara masyarakat dan perusahaan duduk bersama membicarakan bagaimana membangun kemitraan agar saling menguntungkan.”Saya kira keduanya (masyarakat dan perusahaan) harus membangun hubungan kemitraan, karena mau tidak mau, sampai kapanpun, mereka berdampingan antara komunitas masyarakat dengan pihak perusahaan,” paparnya.

Lanjut Timotius, kalau toh kemudian kedua bela pihak ingin memastikan memiliki kekuatan hukum tetap melalui jalur hukum, itu bagus, namun alangkah baiknya untuk duduk bersama, agar selalu kondusif dan tetap suasana damai.”Terkait yang diklaim sebagai tanah ulayat, saya tidak bisa memberikan komentar. Dan dari awal Dusun Kabuyu Tua itu tidak masuk dalam kawasan HGU PT Mamuang. Diharapkan lebih baik kedua belah pihak untuk duduk bersama,” harapnya.(amri)

Pos terkait