KOTA PALU,  RUMAH KITA SENDIRI

  • Whatsapp
Dr. H Kasman Jaya Saad, M.Si (ist)

Pagi, dihari libur imlek, saya menelusuri kompleks BTN Pengawu tempat “niche” hidup selama ini di kota Palu. Ada perubahan, estetika kompleks bertrasformasi lebih baik, lebih indah dan lebih asri. Kebersihan kompleks juga makin terjaga, tempat sampah berderet depan rumah warga. Lampu hias tertata baik dan ornamen warna yang memikat serta bunga berbagai motif warna mengitarinya, makin menambah kesan alami. “Ada lomba tingkat RT” kata warga yang berpapasan saya pagi itu. Oh. ada lomba, guman saya dalam hati. Tapi tak soal pikir saya kembali. Dengan model partisipasi kooptasi seperti ini,  semoga awal yang baik dan dapat berkelanjutan serta menjadi budaya kebanyakan warga kota Palu untuk menjaga kebersihan dan keindahan lingkungannya.

Mengajak warga kota berpartisipasi memang bukan soal mudah. Partisipasi menjadi kata paling mahal kini, ditengah kehidupan urban yang makin individual dan materialistis. Robert Chambers menyebut partisipasi sebagai bentuk pelibatan masyarakat secara langsung dalam suatu proses kegiatan. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pembangunan, terlebih dalam menjaga lingkungannya tentu menjadi penting dalam menopang kehidupan kota yang lebih bersih, maju dan mandiri. Tanpa partisipasi warga kota, maka siapapun yang berkuasa (pemerintahnya) di kota ini sangat sulit menata dan menjadikan lebih berestetika, terlebih mengatasi persoalan umum kota yakni soal sampah dan kekumuhan.

Awal tulisan, saya menyebut istilah partisipasi kooptasi, karena keterlibatan masyarakat kota menata lingkungannya memang masih sebatas motivasi materi, karena berharap hadiah lomba. Tanpa hadiah lomba yang konon berjut-jut itu, tentu mereka tak akan terlibat secara langsung.  Keterlibatan warga kota bahkan mungkin karena adanya tekanan atau sanksi dari pihak-pihak tertentu, dan ini biasa disebut partisipasi terpaksa. Partisipasi karena sanksi atau tekanan, tentu lebih sementara lagi sifatnya. Bila model kedua partisipasi ini masih menjadi bagian pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah kota tentu tidak akan bertahan lama. Bahwa kemudian itu menjadi treatment awal untuk mengajak warga berpartisipasi tentu layak diapresiasi. Selanjutnya diperlukan adalah edukasi terus menerus bagi warga kota untuk merasa memiliki kota ini, menjaga lingkungan tetap bersih dan indah seperti sekarang ini, baik ada atau tidak ada lomba, dengan pendekatan atau model fasilitasi.

Dan  tugas Pemeritah Daerah (Pemda) kota Palu untuk memfasilitasi warga kota untuk menjaga lingkungan untuk tetap bersih dan paham bagaimana mengatasi problemnya sendiri. Dengan model fasilitasi, maka warga kota diposisikan sebagai dirinya sendiri, sehingga warga termotivasi untuk berpartisipasi dan berbuat menjaga lingkungannya sebaik-baiknya karena menjadi bagian dari kebutuhan warga kota itu sendiri.  Kesadaran kolektif  warga kota itu kemudian diharapkan lahir dan terjaga untuk lebih menata lingkungannya agar tetap bersih,asri dan indah. Karena sesungguhnya semua itu kembali kepada warga kota itu juga sendiri yang menikmatinya.

Selain peran fasilitasi warga kota untuk menjaga lingkungan, Pemda kota juga diharapkan untuk menerapkan peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi yang ada. Misalnya penerapan Perda Kota Palu Nomor 12 Tahun 2012 tentang penertiban Hewan Ternak misalnya harus sungguh-sungguh ditegakkan dan diimplementasikan. Problem ternak berkeliaran di kompleks saya sungguh sangat mengganggu dan tidak selaras dengan semangat pemerintah sekarang ini untuk menjaga kebersihan dan harapan penghargaan kelak mendapat Adipura. Kita tidak boleh menunggu pemilik ternak itu sadar. Herzbeg  menyebut bahwa manusia itu memiliki sifat binatang, sulit diatur,  jangan menunggu sadar dengan sendirinya,  makanya peran pemerintah kota harus hadir dengan ‘memaksa’ masyarakat kota Palu itu tunduk pada aturan tersebut. Namun implementasi penerapan pola ini, tentu butuh kesiapan Pemda kota, termasuk kesiapan fasilitas pendukung. Lemahnya pengawasan dan pelaksanaan aturan menjadi kendala tersendiri dalam banyak hal di kota ini.

Akhir kalam, bahwa apa yang dilakukan Pemda kota sekarang untuk mengajak warganya terlibat menjaga lingkungan dengan model partisipasi kooptasi dengan bertajuk “Lomba Bersih Tingkat RT” tentu diharap tidak berhenti sampai disitu, diperlukan upaya yang berkelanjutan, difasilitasi, agar sungguh-sungguhnya menjadi bagian inheren dari kebiasaan baik warga kota. Pemda kota juga diharapkan sungguh-sunguh menegakkan dan mengimplimentasikan aturan (Perda) yang telah disepakati kepada siapa saja warga kota, untuk lebih memberikan edukasi dan efek jerah. Tanpa itu semua, maka kita hanya akan sibuk berlomba tanpa mampu memaknai setiap lomba yang dilaksanakan. Tak ada mentalitas kemandirian apalagi resposibility untuk menjaga kota ini. Semoga tidak demikian, karena kota Palu milik kita bersama, rumah kita sendiri.(Dr H Kasman Jaya Saad, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)

Pos terkait