Tidak seperti biasanya, sengaja mahasiswa saya ajak kuliah di ruang terbuka, di sebelah barat ruang kuliah fakultas pertanian. Ada kaitannya, karena kali ini saya ingin menjelaskan kepada mahasiswa tentang keseimbangan ekologis. Sambil menikmati horizon pagi dan pernik alam menabur daun-daun di pohon tersisa di sekitar kampus, anginnya sepoi menyejukkan badan. Sebagai prolog, kepada mahasiswa saya menyampaikan bahwa alam dapat sebagai learning resources kepada kita bila dimaknai secara baik. Alam melukis untuk kita, waktu demi waktu untuk dimaknai. Dekat dengan alam merefresh pikiran dan memberi ketenangan hati, bila pandai mensyukuri nikmat-Nya.
Proses di alam mengikuti tatanan, prinsip, dan ketentuan yang rumit, tetapi cukup teratur, dengan prinsip yang melandasi yaitu saling ketergantungan, keterbatasan dan kompleksitas. Prinsip interdependensi (saling ketergantungan) menjelaskan bahwa tidak ada komponen sistem dalam ekosistem yang dapat berdiri sendiri, baik itu komponen biotik maupun abiotik. Secara langsung dan tidak langsung suatu komponen dalam ekosistem saling mempengaruhi. Pola keterpengaruhan itu bisa saling merugikan (parasitisme) maupun saling menguntungkan (mutualisme). Jelasnya lingkungan biotik dan abiotik secara terus menerus memiliki dampak satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan hubungan saling ketergantungan yang kompleks. Hal tersebut dapat menciptakan keseimbangan ekologis. Oleh alam ketergantungan selalu diupayakan berada pada kedudukan idealnya atau kedudukan seimbang, ekuilibrium position. Interdependensi atau saling ketergantungan dalam kehidupan manusia, demikian adanya, karena tidak ada satupun dari kita bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Ketergantungan itu “sesungguhnya” dapat mengantarkan pada penyadaran untuk saling menghargai dan saling membantu dengan sesama.
Alam juga mengajarkan kita tentang keterbatasan. Prinsip limitasi atau keterbatasan menyatakan bahwa di alam setiap komponen ekosistem itu selalu ada batasnya. Tidak ada suatu spesies organisme yang dapat tumbuh dan berkembang tanpa batas. Ekosistem merupakan sistem sibernetika yang memiliki mekanisme pengendalian yang sangat efesien, karena naik turunya suatu spesies ditentukan oleh dua kekuatan di ekosistem yaitu adanya kemampuan hayati atau potensi biotik dan hambatan lingkungan. Kemampuan hayati adalah kemampuan spesies untuk berkembang biak dalam kondisi yang optimal. Olehnya secara teoritik, populasi suatu spesies tanpa adanya hambatan lingkungan, dapat meningkat secara cepat sehingga dalam waktu singkat spesies tersebut bisa menutupi seluruh permukaan bumi ini. Namun kenyataannya di alam tidak terjadi demikian sebab ada berbagai bentuk dan faktor penghambat lingkungan. Hambatan lingkungan adalah faktor biotik dan abiotik di ekosistem yang cenderung menurunkan fertilitas dan kelangsungan hidup spesies dalam populasi. Menyadari keterbatasan sebagaimana alam mengajarkan, maka sejatihnya kita tidak boleh angkuh, pongah dengan sekat-sekat identitas, jabatan dan segala atribut keduniawian yang melekat. Semua ada limitasinya. Ada batasnya. Camkan itu, maka belajarlah tawadhu pada alam.
Selain saling interdependensi dan limitasi, alam juga mengajarkan akan kompleksitas yang terjadi antar komponen dalam suatu ekosistem. Prinsip kerumitan atau kompleksitas ini merupakan konsekuensi dari kerumitan interaksi yang terjadi antar komponen atau spesies itu di alam. Kerumitan itu terkait dengan bagaimana energi itu masuk dalam struktur tropik dan jejaring makanan demikian halnya siklus biogeokimia yang terjadi. Tidak sederhana, namun penuh keteraturan dan terjaga keseimbangannya. Kompleksitas dalam interaksi sosial manusia, sesungguhnya demikian halnya, namun sering kita lalai bagaimana menjaga keteraturan dan keseimbangannya. Karib ditemukan dalam kompleksitas interaksi kita adalah saling catut, saling tipu dan saling fitnah. Jarang terjadi keseimbangan apalagi keteraturan.
Kerusakan terhadap keseimbangan ekologis akan berdampak pada hancur dan punahnya kehidupan yang lain dalam ekosistem. Kerusakan ekologis dapat terjadi secara alamiah dan adanya kesengajaan manusia. Upaya menjaga eksistensi komponen ekosistem penting dilakukan demi terwujudnya keseimbangan ekologis. Keseimbangan ekologis dapat dilihat dari kualitas lingkungan hidup yang berfungsi normal dan semua komponen terlibat dalam aksi-reaksi. Komponen-komponen pembentuk ekosistem bukan hanya sekedar ada, tetapi juga harus berfungsi. Ketika komponen itu ada dan memfungsikan diri akan menghasilkan keseimbangan ekologis. Memastikan setiap komponen tidak kehilangan fungsinya merupakan daya dukung terjadinya keseimbangan. Keseimbangan ekologis dapat terganggu bila terjadi perubahan berupa pengurangan fungsi dari komponen yang dapat menyebabkan putusnya matarantai dalam ekosistem. Gangguan atas komponen ekosistem sesungguhnya terus terjadi. Itu sebab, upaya homeostatis sebagai kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan penting untuk dijaga dan mendapat stimulus. Dalam kehidupan kita juga begitu, untuk menjaga keseimbangan hidup, diperlukan kemampuan untuk menjaga hubungan dengan saling memfungsikan, saling membantu dan saling mengingatkan dalam kebaikan, agar tidak punah hubungan kemanusiaan kita. Begitu alam mengajarkan. “Tuhan menciptakan alam ini untuk dijadikan tempat berkontemplasi atau merenung bagi orang-orang yang berpikir” tutup kuliah saya kepada Mahasiswa.(Dr. H Kasman Jaya Saad, M.Si, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)