PENGADIL lapangan hijau di Sulawesi Tengah kini mulai diminati kaum hawa. Setelah Ainun Fadillah yang sudah dikenal masyarakat pecinta sepak bola, kini muncul dua perempuan yang juga mulai menekuni profesi sebagai wasit sepak bola. Keduanya adalah Ma’ratun Milani dan Winda, asal Desa Lero, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala .
Kepada mediasulawesi.id Senin (16/8/2021) Ma’ratun Milani yang akrab disapa Leni ini membeberkan awal mula dirinya menggeluti dunia wasit sepak bola. Gadis kelahiran Desa Lero, Kabupaten Donggala, 3 Januari 2000 silam ini mengaku baru bergabung mengikuti pembinaan karir di klub referee women Sulawesi Tengah, Juli 2021 lalu. Ia bersama rekannya, Winda digembleng wasit nasional, Akbar Subekti.
Menarik ditelusuri. Perempuan sebayanya di Sulawesi Tengah umumnya lebih tertarik menekuni dunia yang tidak jauh dari kodratnya sebagai seorang perempuan. Terlebih, Leni saat ini masih berstatus mahasiswi semester 7 Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako Palu. Kontradiksi dengan apa yang mulai digelutinya.
Padahal dulunya, Leni pernah aktif di cabang olahraga bola volley di ajang O2SN 2013, Porprov 2014, dan terakhir Popda 2017 dan membela Kabupaten Donggala. Karena tak kunjung memberikan prestasi yang memuaskan, Leni memilih pindah ke cabang olahraga lain. “Makanya, saat ini saya merasa bangga karena akhirnya saya bisa bergabung di dunia perwasitan setelah diajak oleh pengurus Komisi Wasit PSSI Sulteng,” akunya.
Baginya, kuliah sembari menekuni profesi sebagai wasit sepak bola dua hal yang tidak masalah baginya. Keduanya bisa dijalankan secara berbarengan. Selain karena dunia olahraga adalah passion yang sudah lekat dengan dirinya sejak kecil, menjadi wasit wanita juga adalah sebuah tantangan untuk bisa berkontribusi terhadap kemajuan sepak bola khususnya di daerah sendiri. “Sebelum saya, sudah ada Ainun yang lebih dulu. Saya pribadi juga termotivasi apa yang dilakukan senior saya,” terangnya.
Meski berstatus pemula, namun potensi Leni mulai terlihat di mata para pemandu bakat wasit di Sulteng. Ia mulai dilibatkan di sejumlah partai eksebisi maupun di pertandingan resmi antar klub, di Desa Labuan dan Desa Wombo belum lama ini. “Saya masih sangat pemula kak, saya gabung awal Juli lalu. Alhamdulillah, saya sedikit mulai memahami seperti apa tugas dan tanggungjawab seorang wasit,” tuturnya.
Keputusan Leni menekuni wasit sepak bola tidak membuatnya minder kepada orang tua, keluarga, dan lingkungan sekitarnya. Leni dengan bangga mengaku tidak bakalan malu, karena memiliki ibu yang suka dan juga peduli dengan olahraga. “Kebetulan bapak saya sudah almarhum sejak saya masih kecil kak. Alhamdulillah ada ibu dan saudara saya, semua mensupport, mendukung, apapun kegiatan yang saya lakukan asalkan itu positif,” ucapnya semangat.
Anak bungsu dari enam bersaudara pasangan Moh Badawi (alm) dan Qomaria ini, menaruh harapan kepada orang-orang di luar sana, termasuk para pembina wasit sepak bola agar ikhlas dan tulis membimbingnya agar kelak bisa menjadi seorang wasit yang profesional. Tidak hanya menjadi pengadil di level regional tapi juga nasional bahkan internasional.”Impian saya ingin menjadi wasit yang professional, bisa memimpin dengan penuh tanggung jawab, dan jika rezeki semoga saya bisa mengikuti jejak teman saya Ainun Fadilah yang sudah mencapai Lisensi C1, walau itu mungkin tidak mudah, ” harapnya.
Agar terus termotivasi mencapai impian tersebut, Leni pun menanamkan prinsip hidup dengan kalimat sederhana. “Tidak ada yang tidak bisa dicapai, jika kita tidak mau memulai dan berusaha meraihnya,”. tutupnya. (egi sugianto)