Bahasa Indonesia (BI) berkembang melalui proses yang kompleks, dipengaruhi oleh berbagai bahasa dari India, Arab, dan kolonialisasi Eropa. Sejak masa lalu, BI harus bersaing dengan banyak bahasa asing dan bahasa daerah yang beragam di Nusantara. Bahasa asing memiliki peran signifikan dalam pengembangan kosakata BI, yang tercermin dalam penyerapan berbagai istilah. Dengan latar belakang budaya, sosial, dan pendidikan yang beragam, BI mencerminkan perjalanan sejarah bangsa yang luar biasa. Sebagai lingua franca sejak era klasik, BI, yang dikenal sebagai bahasa Melayu pada masa Kerajaan Sriwijaya, mengalami perkembangan pesat sebagai bahasa perjuangan pada masa kolonial. BI akhirnya dipilih oleh para pendiri Republik Indonesia sebagai bahasa pemersatu yang mampu menyatukan beragam budaya dan etnis di seluruh nusantara. Pencanangan BI sebagai bahasa persatuan secara resmi dimulai dengan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, ketika para pemuda nasionalis berikrar menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional.
Perkembangan sistem linguistik Bahasa Indonesia (BI) memang merupakan hasil dari berbagai pengaruh, termasuk interaksi dengan bahasa asing dan perubahan dalam ejaan serta penggunaan aksara. Sejak awal, bahasa ini telah mengalami evolusi yang signifikan, terutama setelah pengenalan huruf Latin oleh Belanda. Aksara Pallawa, Pegon dan jJawi, yang digunakan oleh beberapa bahasa daerah, mencerminkan keragaman budaya dan bahasa di Nusantara sebelum pengenalan aksara Latin. Sekolah pertama yang didirikan oleh Antonio Galvao di Ambon pada tahun 1536 tidak hanya menjadi titik awal penggunaan aksara Latin, tetapi juga menciptakan kesempatan bagi penyebaran pendidikan dan literasi di kalangan penduduk lokal. Penggunaan huruf Latin menjadi semakin meluas, terutama selama periode kolonial, dan sistem ejaan Van Ophuijsen yang diperkenalkan pada tahun 1908 memberikan struktur yang lebih sistematis bagi penulisan BI. Sistem ini membantu menyatukan berbagai dialek dan variasi bahasa yang ada di Indonesia, sehingga mempermudah komunikasi antar daerah.
Selain pengaruh kolonial, interaksi dengan berbagai bahasa asing, seperti Belanda, Inggris, Portugis, dan Jepang, telah berkontribusi pada pengayaan kosakata BI. Penyerapan kosakata dari bahasa asing tidak hanya terjadi dalam konteks sejarah, tetapi juga dalam bidang-bidang kontemporer seperti sains, teknologi, ekonomi, dan budaya pop. Misalnya, banyak istilah teknis dan ilmiah yang diadopsi dari bahasa Inggris, yang memungkinkan BI untuk tetap relevan dalam era globalisasi. Hal ini juga menciptakan dinamika baru dalam cara masyarakat Indonesia berkomunikasi, dengan bahasa yang terus berkembang dan beradaptasi. Proses ini juga diiringi dengan munculnya istilah-istilah baru yang menggambarkan perkembangan sosial dan budaya. Misalnya, istilah-istilah baru terkait dengan teknologi digital dan media sosial telah menjadi bagian integral dari kosakata BI modern. Adaptasi ini penting untuk memastikan bahwa BI mampu mengekspresikan ide-ide dan konsep-konsep baru yang muncul dalam masyarakat yang terus berubah.
Lebih jauh lagi, penggunaan bahasa asing dalam konteks komunikasi sehari-hari sering kali menciptakan fenomena campur kode, di mana pembicara menggabungkan unsur-unsur dari bahasa asing dan BI. Ini menunjukkan fleksibilitas dan dinamika bahasa, serta cara masyarakat Indonesia berinteraksi dengan budaya global.
Dalam rangka memperkuat identitas bahasa dan kebudayaan Indonesia, penting bagi para penutur BI untuk memahami dan menghargai warisan linguistik yang kaya ini. Upaya pelestarian bahasa daerah dan peningkatan penggunaan BI yang baik dan benar juga menjadi tantangan yang perlu dihadapi, terutama di tengah arus globalisasi yang semakin deras.
Dengan demikian, perkembangan sistem linguistik BI bukan hanya sekadar penyerapan kosakata dari bahasa asing, tetapi juga mencerminkan perjalanan sejarah, identitas budaya, dan adaptasi masyarakat Indonesia terhadap perubahan zaman. Ini adalah proses yang kompleks dan berkelanjutan, di mana BI terus bertransformasi menjadi bahasa yang dinamis dan mencerminkan keragaman budaya yang ada di tanah air.
Dalam konteks pendidikan, bahasa asing juga berperan penting. Standarisasi pengajaran, seperti kerangka acuan CEFR (Common European Framework of Reference for Languages) , membantu dalam menyusun kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia baik untuk penutur asli maupun asing. Penggunaan level CEFR memungkinkan pengajar untuk memilih materi ajar yang sesuai dengan kemampuan siswa. Selain itu, UKBI mengadopsi format soal yang menilai aspek komunikasi praktis, mencerminkan kesesuaian dengan CEFR dalam tingkat kesulitan.
Secara keseluruhan, pengembangan Bahasa Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk bahasa asing yang memperkaya kosakata dan struktur melalui serapan dari Sansekerta, Arab, dan Belanda. Perubahan sistem ejaan dari Van Ophuijsen hingga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) menunjukkan adaptasi bahasa terhadap kebutuhan masyarakat. CEFR dan UKBI berfungsi sebagai panduan untuk pengajaran dan penilaian kemampuan bahasa, memastikan konsistensi dan peningkatan kualitas pendidikan Bahasa Indonesia, baik untuk penutur asli maupun asing. Dengan demikian, BI menjadi bahasa yang lebih inklusif dan relevan di tingkat global.(Rizky Anugrah Putra, S.Pd, M.Pd, Dosen Fakultas Sastra Universitas Alkhairaat Palu)