Korban Pelanggaran HAM Berat di Sulteng Terima Pemenuhan Hak

  • Whatsapp
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menggelar pemenuhan hak non-yudisial korban pelanggaran HAM yang berat berlangsung gedung Pogombo, Kompleks Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Kota Palu, Kamis (14/12/2023) siang.(syahrul/mediasulawesi.id)

PALU – PPHAM melalui Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menggelar pemenuhan hak non-yudisial korban pelanggaran HAM yang berat berlangsung gedung Pogombo, Kompleks Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Kota Palu, Kamis (14/12/2023) siang.

Program itu merupakan kelanjutan dari Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang yang menginstruksikan seluruh kementerian dan lembaga RI melakukan usaha secara terkordinasi dan terintegrasi untuk melaksanakan rekomendasi pemenuhan hak korban pelanggaran HAM di masa lalu.

Program pemenuhannya berupa beragam bantuan hak atas kesehatan, sandang dan pangan yang layak, ekonomi, pendidikan, dan perumahan. Mulai dari PKH, masing-masing penerima manfaat mendapatkan bantuan sebesar Rp.900 ribu per bulan dan bantuan sembako senilai Rp.200 ribu per bulan.

Bantuan itu diterima tiga bulan sekali. Ada pula pemberian Kartu Indonesia Sehat (KIS) prioritas dari Kementerian Kesehatan RI yang dapat digunakan di semua rumah sakit tanpa melalui BPJS.

Untuk di Sulawesi Tengah sendiri, sedikitnya terdapat 454 penerima yang tersebar dari Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, Parimo, Buol, dan Morowali Utara. Ada tahap awal ini, baru diserahkan kepada 145 penerima manfaat.

Program pemenuhan hak tersebut merupakan kali ketiga secara nasional. Lainnya diserahkan di Aceh sebanyak 100 penerima dan Jakarta sebanyak 51 penerima. Orang-orang yang mendapat pemulihan tersebut telah melalui verifikasi oleh Komnas HAM. Sedikitnya ada 7000 korban yang telah diverifikasi dan diberikan surat keterangan.

Ketua SKP-HAM Sulawesi Tengah, Nurlaela Lamasituju, mengaku sebanyak 1.210 kesaksian yang dikumpulkan sejak 19 tahun silam, hari ini merupakan buah hasil perjuangan panjang para korban. Stigma diskriminasi menjamur menghantui kehidupan mereka selama ini.

“Inti dari semua program ini adalah pengakuan, yang selama bertahun-tahun korban nggak pernah diakui, sekarang korban diakui dan dipulihkan haknya,” ujarnya dikonfirmasi media ini usai kegiatan.

Ia menyebut masih ada banyak korban lainnya yang belum terakses. Olehnya, ia berharap kiranya pemerintah daerah dapat masif bekerjasama. “Kami berharap kerjasama dengan pemda untuk menemukan semua para korban yang masih belum berani bicara,” imbuhnya.

Diketahui, program sebelumnya menyasar 100 penerima dari Aceh, dan 51 penerima dari Jakarta. Hal itu dibeberkan Ketua PPHAM RI, Makarim Wibisono. “Kita sudah melakukan usaha-usaha, pertama kali pada tanggal 26 Juni kita membuat kick off di Aceh dihadiri bapak Presiden, 11 Desember kemarin melakukan hal seperti ini di Jakarta,” bebernya.

Beririsan dengan itu, Ketua Komnas HAM RI, Abdul Haris Semendawai, mengatakan para penerima tersebut telah melalui tahap verifikasi pihaknya terlebih dahulu. Sedikitnya ada 7000 orang yang terverifikasi dan diberikan surat keterangan sebagai korban. “Kita berharap jangan berhenti sampe disini, tapi terus berlanjut. Tentu tidak mudah untuk bisa memenuhi semua korban, tetapi kalau pemerintah memiliki komitmen saya kira bisa dilaksanakan,” ujarnya.

Sebagai informasi, lanjutnya, dimungkinkan awal tahun depan Komnas HAM akan kembali melaksanakan verifikasi terhadap permohonan yang masuk. (SCW)

Pos terkait