PALU – Pasca terjadinya bencana alam gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Kota Palu dan sekitarnya tahun 2018 lalu, sebagian titik-titik lahan eks bencana tak lagi dapat dimanfaatkan utamanya sebagai hunian.
Masyarakat lantas banyak mempertanyakan mengenai tata ruang pembangunan kembali khususnya di titik lokasi yang dianggap rawan bencana. Namun, permasalahannya dimana ketika masyarakat menilai adanya ketidakadilan terhadap kebolehan mendirikan suatu bangunan ataupun hunian di Zona Rawan Bencana (ZRB).
Mengenai hal itu, Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu, Achmad Arwien Afries pun angkat bicara. Ia menyebut pemanfaatan lahan di zona rawan bencana sedianya tetap mengacu pada pemetaan Zona Rawan Bencana (ZRB) dalam RTRW maupun RDTR Kota Palu.”Kenapa di samping kanan saya boleh, saya sendiri tidak bisa, itu peta itu bukan lurus tetapi kurva, jadi itu yang terjadi, itu kesulitan kami, jadi kami berbasis warna (zona, red), jelasnya singkat saat menanggapi pertanyaan masyarakat penyintas dalam Talk Show Kebencanaan Bincang Zona Rawan Bencana di Palu, Sabtu (30/9/2023) malam.
Lantas mengapa pada faktanya masih banyak bangunan yang notabenenya bukan hunian masyarakat justru masih diperbolehkan untuk mendiami bahkan semakin menjulang pembangunannya. Masyarakat sempat menyitir keberadaan gedung Kampus UIN Datokarama Palu yang sangat dekat dengan bibir pantai. Selain itu, ada juga gedung-gedung lainnya seperti hotel dan pusat perbelanjaan seperti Palu Grand Mall masih tetap bertahan.
Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kota Palu, Issa Sunusi turut menanggapi itu. Ia menjelaskan bangunan dimaksud tetap ada sebab telah difasilitasi dengan rekonstruksi dan desain yang memiliki mitigasi bencana. “Fungsi dari bangunan ya, UIN di bangun lebih di atas tujuh meter, evakuasinya ada, begitu juga PGM, dan Swiss-Belhotel. Kalau seandainya hunian warga dibuat demikian saya kira tidak masalah,” tuturnya.
Untuk diketahui, berdasarkan zona dan tipologinya, peta ZRB Palu dibagi atas 4 (empat) zona. Diantaranya ZRB4 (Zona Terlarang) berwarna merah, ZRB3 (Zona Terbatas) berwarna kuning tua, ZRB2 (Zona Bersyarat) berwarna kuning, dan ZRB1 (Zona Pengembangan) berwarna kuning muda.
Berdasarkan definisi kriterianya, Zona Merah (Zona Terlarang) yaitu zona likuifaksi masif pasca gempa (seperti kawasan petobo, balaroa, jono oge, dan sibalaya), zona sempadan pantai rawan tsunami, zona sempadan patahan aktif Palu-Koro 0-10m dan zona rawan gerakan tanah tinggi.
Zona Kuning Tua (Zona Terbatas) didefinisikan untuk Zona sempadan aktif Palu-Koro (10-50m), Zona rawan likuifaksi sangat tinggi, zona rawan tsunami tinggi diluar sempadan pantai, dan zona gerakan tanah tinggi.
Zona Kuning (bersayarat) meliputi zona rawan likuifaksi tinggi, zona rawan tsunami menengah, zona rawan gerakan tanah menengah, zona rawan banjir tinggi.
Dan Zona Kuning Muda (Zona Pengembangan) meliputi zona rawan likuifaksi sedang, zona rawan tsunami rendah, zona rawan gerakan tanah sangat rendah dan rendah, dan zona rawan banjir menengah dan tinggi. Sementara itu, secara keseluruhan zona ZRB4, ZRB3, ZRB2 dan ZRB1 dinyatakan sebagai Zona Rawan Gempa Bumi Tinggi.(SCW)