Lima Tahun Pascabencana Sulteng: Kolaborasi Adalah Kunci

  • Whatsapp
Suasana kawasan hunian tetap (huntap) Duyu, Kecamatan Palu Barat.(imaduddin abd)

BENCANA yang terjadi 28 September 2018 merupakan peristiwa yang tidak pernah terlupakan dalam sejarah masyarakat Sulawesi Tengah, khususnya Palu, Sigi dan Donggala. Tidak bisa dipungkiri jika dampak dari bencana tersebut menghasilkan kerugian dan kerusakan yang sangat besar. Butuh waktu bagi setiap kalangan untuk bangkit dari situasi tersebut. 

Ikhtiar memulihkan kondisi pascabencana giat dilakukan agar tidak terus larut dalam perasaan duka. Pemulihan melalui rehabilitasi dan rekonstruksi adalah langkah yang dilakukan untuk menuntaskan persoalan yang ada. Instruksi Presiden (Inpres) No. 10 Tahun 2018 hingga dikeluarkannya Inpres lanjutan No. 8 Tahun 2022 adalah bukti gerak cepat yang diiringi sinergi dan kolaborasi dari berbagai elemen. Hal ini perlahan membawa angin segar bagi daerah maupun masyarakat yang terdampak bencana. 

Lima Tahun Bencana Sulteng

Menjelang lima tahun peristiwa gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Sulawesi Tengah, wajah Kota Palu dan sekitarnya berangsur-angsur membaik. Suasana kota perlahan pulih dan menemukan kebisingan dari hening yang menimpa lima tahun silam. Sejalan dengan itu kehidupan masyarakat tampak telah kembali sesuai ritmenya masing-masing. 

Dalam kurun waktu tersebut, sejumlah fasilitas layanan publik dapat kembali dirasakan oleh warga ataupun pengunjung yang datang ke Kota Palu, Sigi, dan Donggala. Berbagai bentuk kegiatan, pameran, dan beragam bentuk event lainnya kembali mulai muncul ke permukaan. Bahkan di beberapa titik, banyak kawasan yang tumbuh menjadi kawasan ekonomi baru seperti kawasan jembatan Lalove dan kawasan Hutan Kota. Pelan-pelan pemerintah dan masyarakat kembali membangun daerahnya.

Hunian tetap yang berdiri tegak adalah penampakan berikutnya yang paling nyata dari wajah baru kota yang kembali pulih. Masyarakat, khususnya warga terdampak bencana satu per satu kembali mendapatkan tempat bermukim. Ini semua tidak lepas dari tangan pemerintah daerah bersama stakeholder terkait yang bahu membahu bergerak cepat menuntaskan masalah seputar bencana.

Terkait hal tersebut, langkah-langkah strategis dan terpadu dilakukan demi pemulihan pascabencana. Tindakan-tindakan kemanusiaan mengalir dari berbagai pihak untuk mengembalikan kehidupan yang lebih baik. Pemulihan dan pembangunan kembali wilayah pascabencana terus digencarkan. 

Program penataan permukiman dan infrastruktur pascabencana di wilayah Palu, Donggala, dan Sigi adalah upaya yang terus digencarkan sejak tahun 2019 hingga kini. Pembangunan hunian tetap (huntap), pembangunan infrastruktur pengendalian banjir, jaringan transmisi air baku, jaringan irigasi Gumbasa dan Bangga, dan pembangunan lainnya merupakan perwujudan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Sulawesi Tengah. 

Bukan hanya pembangunan fisik semata, pemerintah turut mendorong upaya pemulihan ekonomi agar dapat kembali tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Dilansir dari Republika.co.id, Wali Kota Palu Hadianto Rasyid mengungkapkan jika Pemkot memberikan dukungan terhadap program yang digagas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Islamic Relief dalam upaya meningkatkan ekonomi berbasis syariat. Pada kegiatan tersebut Pemerintah Kota Palu memberikan modal usaha yang bertujuan supaya dapat saling melengkapi demi perluasan peningkatan ekonomi. Tentunya dengan ketahanan ekonomi akan menghasilkan suasana kondusif dan positif terlebih bagi daerah yang sedang berada dalam pemulihan. 

Kolaborasi Stakeholder adalah Kunci

Proses yang konsultatif, partisipatif, dan tentunya kolaboratif adalah elemen penting dalam tahapan pemulihan pascabencana. Dukungan dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, investor, lembaga dinas terkait, korporasi, LSM, hingga stakeholder di tingkat terkecil dibutuhkan untuk mendorong percepatan pembangunan Sulawesi Tengah pascabencana baik fisik maupun non-fisik. Pemerintah berperan sebagai regulator menghasilkan instrumen kebijakan, peraturan, dan keputusan yang disahuti jajarannya untuk diimplementasikan dalam menanggapi persoalan kebencanaan, mulai tahap pra-bencana, tanggap darurat, dan pascabencana.  

Terkait penanggulangan pascabencana, Gubernur Sulawesi Tengah menerbitkan Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Tahun 2022-2023 yang memuat arahan upaya pemulihan dan pembangunan kembali wilayah pascabencana di Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam peraturan tersebut ditetapkan jangka waktu pelaksanaan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana berakhir pada tahun 2024. 

Dilansir dari situs Kemenko PMK, sejalan dengan peraturan Gubernur dan diterbitkannya Inpres No.8 Tahun 2022, progres rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sebagian besar telah terlaksana. Apresiasi yang besar diberikan kepada Gubernur, Walikota dan Bupati wilayah terdampak yang telah berkomitmen dan bersinergi satu sama lain.

Suryadi Sabri, Pejabat Pemerintah Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu mengamini adanya upaya bersama dari berbagai pihak untuk menyelesaikan persoalan pascabencana.

“Penanganan bencana bersama dengan aparat dan penegak pemerintah terkait melakukan pertemuan-pertemuan dalam merumuskan upaya penanggulangan,” ulasnya saat ditemui di ruangannya. 

Selaras dengan pernyataan tersebut, Nufriyanti selaku Kepala Bidang Perumahan DPKP Dinas Perumahan dan Permukiman (PUPR) Kota Palu menerangkan bahwa setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) baik teknik maupun non teknis dilibatkan sesuai tugas kerja. Ia mencontohkan terkait koordinasi pembangunan huntap tugasnya Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) dan pendataan warga terdampak bencana diserahkan ke BPBD. 

Nufriyanti menjelaskan bahwa dalam pengambilan keputusan pascabencana dilaksanakan rapat kerja teknis yang dihadiri OPD. Selain itu, koordinasi internal juga dilakukan guna menyeleraskan tujuan dan kegiatan antar stakeholder.

“Dalam rapat tersebut disampaikan permasalahan pokok. Selanjutnya pimpinan menanyakan ke masing-masing OPD saran atau masukan yang relevan. Setelah itu masing-masing saran dibedah dan diputuskan yang mana kebijakan terbaik untuk diambil,” ujarnya.

Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Issa Sunusi selaku Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) saat ditemui di ruangannya pada Rabu (30/8). Ia mengatakan bahwa saat terjadi bencana, seluruh pemangku kepentingan saling terkoneksi dan bekerja sama. Begitu pula ketika daerah sudah memasuki tahap pascabencana. 

“Kebencanaan bukan hanya tanggung jawab BPBD sebagai instansi yang memiliki tugas utama menanggulangi bencana atau pemerintah, melainkan tugas bersama seluruh pemangku kepentingan. TNI, kepolisian, Basarnas, LSM, dan masyarakat berhak terlibat dalam proses kebencanaan, sehingga tercipta kolaborasi yang semakin memudahkan,” tuturnya. 

Masukan dan aspirasi dari masyarakat harus dibuka seluas-luasnya, terutama dalam setiap pembahasan rehabilitasi dan rekonstruksi  pascabencana. Oleh sebab itu, Issa memaparkan di tingkat kelurahan terdapat RT/RW, Satgas Pancasila, dan beberapa lembaga pemuda yang turut dilibatkan secara aktif dalam ruang kebijakan.

“Nantinya dalam proses intervensi untuk melaksanakan apa yang menjadi proses dilakukan bottom up atau keterlibatan dari tingkat paling bawah, sehingga hasilnya disepakati seluruh pihak dan memenuhi target pemerintah terkait pembangunan berkelanjutan,” tukasnya. 

Penanganan pascabencana memang perlu meluaskan kolaborasi dan menangkap aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat. Patuh pada rencana dasar dan kebijakan pemerintah adalah pegangan dan dasar pijakan untuk menuju kehidupan yang lebih baik serta menjadi masyarakat tangguh.“Situasi pascabencana paling tidak sudah menjadikan kita warga tangguh, kita kedepannya sudah tau harus seperti apa,” tutup Issa Sunusi.(Imaduddin Fadhlurrahman)

Pos terkait