Banjir di Kota Palu, WALHI Sulteng Soroti Tata Ruang

  • Whatsapp
WALHI Sulteng mendesak Pemerintah daerah segera membenahi kekacauan tata ruang di Kota Palu maupun Sulawesi Tengah yang menjadi salah satu pemicu banjir.(ist)

PALU – Banjir kerap melanda Kota Palu, sebagian wilayah jadi sasaran luapan air saat intensitas curah hujan yang tinggi. Bahkan genangan air yang disebabkan drainase tak lagi mampu menampung debit air mengakibatkan sebagian fasilitas umum, kantor, dan rumah warga tergenang air.

Menyoroti hal itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah berpendapat bahwa bencana ekologis yang terjadi itu bukan hanya soal intensitas curah hujan yang tinggi, melainkan persoalan tata ruang yang dinilai kacau dengan mengakomodasi pembangunan skala besar di wilayah resapan air, yang berimbas ketidakseimbangan daya tampung dengan debit air yang menyebabkan luapan ke sejumlah titik jalan dan rumah-rumah warga.

Hal itu dikatakan Kepala Advokasi dan Kampanye WALHI Sulteng, Aulia Hakim, kepada media ini Sabtu (22/7/2023) pagi. “Lemahnya politcalwil terhadap lingkungan yang mengakibatkan ketidakseimbangan ruang sehingga perlu adanya perubahan total terhadap kebijakan ruang yang telah disusun sebelumnya oleh pemerintah Sulteng dan kota Palu. Ambisi pembangunan tidak berjalan dengan ekologi sudah pasti memberikan dampak buruk yang akan merugikan rakyat,” ujarnya.

Tengah dalam proses perbaikan infrastruktur, lanjutnya, Kota Palu seharusnya lebih mengutamakan perbaikan tata ruang demi berkaca dari kejadian-kejadian sebelumnya. “Kesalahan fatal yang dilakukan oleh pemerintah dengan meletakkan paradigma pembangunan saja yang pro terhadap investasi ternyata terbukti hanya menimbulkan kerugian yang besar terhadap negara,” imbuhnya.

WALHI Sulteng mendesak Pemerintah Daerah maupun pusat agar dapat segera membenahi kekacauan tata ruang yang ada di Kota Palu maupun Sulawesi Tengah. Bencana ekologis seyogyanya ditanggapi dengan serius dengan melakukan perubahan kembali ke perspektif ekologi demi memastikan jaminan keselamatan warga.

Lanjut Aulia Hakim, pendekatan mitigasi bencana solusi teknis siap siaga bencana tidak akan cukup menyelesaikan persoalan. “Pemberhentian aktivitas ekstraktif yang dibarengi dengan perlindungan kawasan penyangga,  pemulihan lingkungan yang rusak, merupakan satu jalan menuju perbaikan ruang dan menjamin keselamatan warga,” tegasnya.(SCW)

Pos terkait