Di tengah kepastian sistem pemilu tahun 2024 yang akan tetap digelar dengan sistem proporsional terbuka, sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-XIX/2022, beberapa hari ini, kita cukup tersentak juga dengan temuan LSM Perkumpulan Warga Negara Untuk Pemilu Jurdil yang menemukan data tak wajar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilu 2024. Daftar pemilih invalid yang dieksposnya cukup besar, lebih 52 juta. Temuan tersebut tentu saja ditepis KPU, bahkan menganggapnya sebagai salah satu upaya delegitimasi penyelenggaraan pemilu.
Tulisan ini tidak sedang membenarkan daftar invalid yang disampaikan LSM Perkumpulan Warga Negara Untuk Pemilu Jurdil, namun tulisan ingin kembali mengingatkan bahwa pentingnya daftar pemilih yang akurat, mutakhir dan komprehensif dalam suatu perhelatan pemilu dan keterlibatan seluruh pihak mengawal daftar pemilih tersebut. Tanpa daftar pemilih pemilu yang valid, sulit diperoleh pemilu berkualitas. Keakuratan daftar pemilih itu dapat dipastikan dari penulisan identitas dan keterangan lain tentang pemilih dalam daftar pemilih tersebut, misal soal nama, NIK dan lainnya. Sementara kemutahiran daftar pemilih dapat dilihat dari kesesuian daftar pemilih dengan perkembangan terakhir. Artinya dalam daftar pemilih tidak ada warga negara yang tidak berhak memilih terdaftar dalam daftar pemilih, demikian sebaliknya. Misalnya belum cukup umur, sudah meninggal dan sudah beralih profesi sebagai TNI dan POLRI. Sedangkan daftar pemilih harus bersifat komprehensif artinya semua warga negara yang berhak memilih harus terdaftar sebagai pemilih, sesuai amanah konstitusi terkait jaminan kepastian hak konstitusional setiap warga negara dalam menggunakan hak pilihnya pada setiap penyelenggaraan pemilu.
Bila kita serius mencermati, sebenarnya rute penyusunan daftar pemilih pemilu tahun 2024 cukup panjang, sebelum ditetap sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang akan dilaksanakan tanggal 19-21 Juni ini. Perjalanan dimulai dengan daftar pemilih tetap hasil perbaikan yang dimutakhirkan oleh KPU secara berkelanjutan, dilanjutkan penerimaan DP4 dari pemerintah yang disinkronisasikan dengan Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB). Lalu diturunkan ke satker KPU untuk pencocokan dan penelitian (coklit), 12 Februari 2023 penanda dimulainya masa pencocokan dan penelitian (coklit) hingga ditetapkannya sebagai Daftar Pemilih Sementara (DPS) pada 5 April 2023 kemarin. Jumlah pemilih tersebut masih belum final. KPU setelah mendapatkan masukan serta tanggapan kemudian melaksanakan penyusunan daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) pada 1 Mei hingga 18 Juni dan dilanjutkan penyusunan daftar pemilih tetap (DPT). Dan rekapitulasi dan pengumuman DPT akan dilaksanakan 22 Juni 2023 secara nasional. Pengelolaan data pemilih oleh KPU menggunakan sistem informasi yang disebut dengan Sidalih (Sistem Informasi Data Pemilih). Dalam pejalan panjang penyusunan DPT itu KPU juga membuka akses informasi, lewat situs Wet;cekdptonline.kpu.go.id untuk mengecek hak pilih dan jika belum terdaftar KPU mengarahkan pemilih untuk mendaftarkan diri melalui laporpemilih.kpu.go.id. Dan Setelah menetapkan DPT nantinya, KPU melakukan pelayanan data memilih yang diperuntukan proses pindah memilih sampai H-7 hari pemungutan suara. Lebih lanjut KPU juga melakukan pemetaan pemilih secara de jure, sepanjang ada dokumen kependudukan dan memenuhi syarat, maka dapat dikonversikan menjadi pemilih.
Perjalanan panjang penyusunan daftar pemilih dan dilakukan secara terbuka ini sesungguhnya dapat dimanfaatkan oleh semua pihak, wabil khusus partai politik untuk mencermatinya, dan tidak mempersoalkan di ufuk, saat kalah dalam kontestasi pemilu. Bahwa kemudian ada temuan tentang ketidakakuratan (invalid) daftar pemilih, bila masih dalam rentan waktu perbaikan seperti saat ini, diharapkan KPU juga meresponnya dengan segera, jangan dibiarkan menjadi bola liar, mengganggu kredibilitas penyelenggaran pemilu dan menjadi bom waktu ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu itu sendiri kelak. Silahkan daftar invalid itu dicermati, disandingkan dan segera diklarifikasi dengan daftar pemilih valid versus KPU. Agar tagline ” KPU Melayani” tidak sekedar slogan. Dan perlu dicatat, bila daftar pemilih invalid akan menggerus angka partisipasi karena angka daftar pemilih tetap (DPT) itu bilangan pembaginya.
KPU dan Bawaslu perlu meningkatkan koordinasi agar daftar pemilih pada Pemilu 2024 dapat terjamin kualitasnya. Tidak saling mengultimatum seperti disaksikan saat ini. Perilaku responsif dan terbuka penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) akan meningkatkan kepercayaan masyarakat, selanjutnya berimplikasi kepada tingkat partisipasi pemilih. Meningkatnya kepercayaan masyarakat, maka mendorong partisipasi masyarakat atas semua tahapan dalam pemilu. Partisipasi yang tinggi akan membuat pengakuan atas produk elektoral yang dihasilkan.
Akhir kalam, daftar pemilih (DPT) yang valid (akurat), bukan saja memudahkan dalam penentuan pembangunan TPS dan mengefesiensikan anggaran dalam hal pengadaan logistik pemilu karena didasarkan data yang akurat, namun juga dapat menghadirkan kepastian peserta pemilu dalam berkontestasi, dan selanjutnya meningkatkan partisipasi serta kualitas pemilu yang mensyaratkan adanya keakuratan, kemutahiran, kemerataan pendaftaran, dan kekokohan administratif daftar pemilih.(Dr.Kasman Jaya Saad, M.Si, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)