PALU – Badan Narkotika Nasional Pusat bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tengah, Rabu (10/5/2023) siang, menggelar dialog Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) bertempat di Sriti Convention Hall, Jalan Durian, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Dialog tersebut menghadirkan narasumber Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia (RI), Komisaris Jenderal (Pol) Dr. Petrus Reinhard Golose. Sedikitnya 450 pemuda kalangan pelajar dan mahasiswa dari berbagai sekolah dan perguruan tinggi se- Kota Palu dan sekitarnya turut meramaikan kegiatan tersebut. Selain dialog, juga dirangkaikan dengan peluncuran Calon Pengantin BERSINAR, Lapas BERSINAR, dan Kampung BERSINAR.
Dalam pantauan media ini, dialog diwarnai dengan sesi tanya jawab seputar bahaya Narkotika dan wawasan kebangsaan. Bahkan, pihak BNN pun menyiapkan puluhan Sepeda dan Handphone sebagai penghargaan bagi pemuda yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar. Tak heran, dialog berlangsung cukup seru dan meriah, tentunya hal itu dimaksud untuk mewujudkan semangat para generasi pemimpin bangsa dalam menanamkan 4 pilar kebangsaan diantaranya Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, di dalam dirinya.
Kepala BNN RI, Komisaris Jenderal (Pol) Dr. Petrus Reinhard Golose, mengatakan, pasalnya, prevalensi Narkotika di wilayah Sulawesi Tengah dalam kurun 3 (tiga) tahun terakhir ini menunjukkan angka yang cukup tinggi, terutama pada jenis Metamfetamin atau Sabu. “Kita mengukur Sulteng ini termasuk cukup tinggi, tiga tahun terakhir ini cukup besar, terutama untuk metamfetamin (Sabu, red),” bebernya di depan awak media saat konferensi pers.
Lebih lanjut, sangat disayangkan, berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan pihaknya, kata dia, pengguna narkotika didominasi oleh perempuan bahkan mencapai 75 (tujuh puluh lima) persen. “Fokus kita Sulawesi Tengah ini adalah untuk perempuan, karena hasil monitoring dari lapas itu korban narkotika perempuan sekitar 75 persen,” ungkapnya.
Menyikapi itu, lanjutnya, ia pun menginstruksikan kepada pimpinan daerah setempat, agar kiranya dapat lebih fokus terhadap perihal tersebut. Sementara itu, menurutnya, rehabilitasi merupakan upaya yang tepat untuk bisa menyelamatkan para korban pengguna Narkotika dimaksud. “Mereka itu harus kita rehabilitasi, proses pemenjaraan pengguna (pengguna Narkoba, red) menurut saya bukan efektif yang benar. Mereka bukan musuh tapi perlu diselamatkan, jadi tidak membuat penjara penuh dan sesak,” ujarnya.
Untuk diketahui, secara nasional prevalensi Narkotika di Indonesia kini bertengger pada angka 1,95 persen, dimana telah mengalami kenaikan 0,15 persen sejak pandemi Covid-19 lalu. Meski demikian, penggunaan jenis Ekstasi dalam pantauannya telah mengalami penurunan.(SCW)