Praperadilan 5 Terduga Teroris Diputuskan NO, Densus 88 AT Polri Terancam Digugat

  • Whatsapp
SIdang praperadilan lima terduga teroris diputskan NO di Kantor Pengadilan Negeri Palu.(syahrul/mediasulawesi.id)

PALU – Sidang Praperadilan terhadap penangkapan dan penahanan 5 (lima) warga Palu dan Sigi terduga teroris berlanjut pada tahap pembacaan putusan perkara oleh Majelis Hakim bertempat di Pengadilan Negeri (PN) kelas 1A Palu, Jalan Samratulangi, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Selasa (18/4/2023) pagi.

Sedianya, sidang praperadilan a quo diajukan oleh para istri daripada suami terduga terorisme tersebut melalui kuasa hukum Tim Pengacara Muslim (TPM) kepada Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Cq Kepala Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri Cq Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Provinsi Sulawesi Tengah.

Proses persidangan praperadilan a quo dilangsungkan dengan segera selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari hakim harus sudah memutuskan perkara, kedua belah pihak baik TPM yang selanjutnya disebut Pemohon dan Kapolda Sulteng yang selanjutnya disebut termohon telah mengikuti jalannya persidangan berdasarkan tahapan-tahapan yang ada.

Pada sidang praperadilan, kuasa pemohon dalam membuktikan dalil permohonannya telah mengajukan bukti surat tertanda P1 sampai dengan P5 dan mengajukan satu orang ahli, sementara kuasa termohon dalam membantah permohonan pemohon dan menguatkan dalil eksepsinya pun mengajukan bukti surat tertanda T1 sampai dengan T4 berikut satu orang saksi.

Pasalnya, kuasa para pemohon berpendapat bahwa permohonan praperadilan yang diajukan adalah sudah tepat yakni kepada Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Pengadilan Negeri (PN) Palu berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

Namun, alih-alih menerima permohonan para pemohon untuk membahas pokok perkara, kuasa termohon justru membantah permohonan tersebut dengan dalil yang tertuang dalam eksepsinya yang pada pokoknya mengenai eksepsi eror in persona (salah sasaran) dan eksepsi kompetensi relatif.

Menimbang jalannya persidangan, Majelis Hakim yang pada kali ini dipimpin oleh hakim tunggal Alanis Cendana ditemani satu orang panitera, telah membaca seluruh berkas perkara, memperhatikan alat bukti yang diajukan, mendengarkan kedua belah pihak, serta memperhatikan segala sesuatu yang terungkap dalam persidangan.

Majelis hakim dalam pertimbangannya, secara formil mengacu pada Peraturan Presidan (PERPRES) No. 54 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (PERPRES) No. 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Detasemen Khusus 88 Anti Teror disingkat Densus 88 AT Polri adalah unsur pelaksana tugas pokok dibidang penanggulangan kejahatan terorisme yang berada dibawah Kapolri.

Sedangkan, menimbang jalannya persidangan berikut keterangan saksi bahwa ditemukan fakta hukum dimana Penangkapan dan penyitaan terduga tersebut dilakukan oleh Densus 88 AT Polri, sementara Polda Sulteng hanya sebagai pihak yang membantu serta dititipkan penahanan namun tak memiliki berkas-berkas arsip penyidikan.

Menurut pertimbangan majelis hakim, adanya hubungan kordinasi antara Densus 88 AT Polri dan Polda Sulteng dalam menindaki masalah terorisme di Sulawesi Tengah telah menjabarkan bahwa peran Kapolda Sulteng telah dijalankan dengan baik, namun, adapun tugas dan tanggung jawab antara keduanya adalah berbeda.

Sehingga, hakim menimbang bahwa permohonan para pemohon dalam menarik pihak Kapolda Sulteng sebagai pihak dalam perkara a quo adalah tidak tepat atau keliru atau eror in persona, menurutnya, yang lebih tepat untuk ditarik sebagai termohon adalah pejabat yang berwenang atau yang melakukan penangkapan dalam hal ini Densus 88 AT Polri.

Maka terhadap eksepsi termohon yang dikabulkan, eksepsi kewenangan serta terhadap pokok perkara tak menjadi hal yang dipertimbangkan lebih lanjut, dimana permohonan praperadilan yang diajukan pemohon kemudian dinyatakan tidak dapat diterima atau niet ontvankelijk verklarrd (NO).

Sementara itu, menanggapi putusan tersebut, salah satu kuasa hukum pemohon yang terhimpun dalam Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulawesi Tengah (Sulteng) Faizal Huzain , mengatakan, bahwa ia menangkap sinyal adanya kesempatan untuk mengajukan praperadilan kembali, kata dia, itu dilakukan guna menemukan sejatinya persidangan atas keabsahan prosedur penangkapan. “Kita masih bisa kalau mau pra (Praperadilan, red), ya (masih ada kemungkinan), karena dia (majelis hakim, red) belum mempertimbangkan bahwa prosedurnya ini salah atau benar,” sebutnya kepada media ini Senin (18/4/2023) siang.

Menurutnya, tak diterimanya permohonan atau NO atas putusan PN tersebut bukan berarti final, kata dia, bisa saja mengajukan praperadilan kembali dengan register perkara baru sepanjang perkara belum dilimpahkan ke Pengadilan. “NO beda ditolak, kalau dia menolak itu memang final sudah, jalannya buat baru dengan register perkara yang baru, sepanjang perkara belum dilimpahkan ke Pengadilan,” urainya.

Lebih lanjut, terkait tujuan gugatan akan tetap diajukan di PN Palu, Kata dia, itu didasarkan atas lokus dan tempos peristiwa hukum. “Tetap kalau saya gugatannya tetap kesini bukan ke Jaksel (PN Pusat, red) karena faktanya mereka ditangkap disini, lokus dan tempos peristiwa hukumnya kan terjadi disini,” jelasnya.

Sedangkan untuk pihak yang akan ditarik, ia mengatakan akan kembali mendiskusikan bersama tim dengan komposisi yang berbeda yakni Densus 88 AT Polri dan Kapolda Sulteng sebagai pihak yang terlibat. “Cuman komposisinya berbeda, apakah nanti cukup Kapolri Cq Densus dan Kapolda (Kapolda Sulteng, red), kenapa tetap polda kita tarik karena ada keterlibatannya,” bebernya.(SCW)

Pos terkait