PALU – Menjelang pemilihan umum 2024 mendatang, potensi politik identitas sebagai bagian dari Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) menjadi satu hal krusial yang perlu diantisipasi. Pasalnya, praktik ini dapat dengan mudah dilakukan sekedar dengan mengatasnamakan kesamaan identitas dan persepsi. Tak heran, banyak politisi yang menungganginya demi satu kepentingan kelompok maupun individu.
Bahkan, politik identitas dinilai lebih berbahaya ketimbang politik uang, dikarenakan sifatnya yang dapat berkelanjutan. Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Regional Duta Damai Dunia Maya Sulawesi Tengah Taslim Pakaya saat membuka jalannya diskusi. “Politik identitas lebih berbahaya daripada uang, karena menciptakan mobilisasi yang berkelanjutan, sementara politik uang hanya terjadi secara momentum,” jelasnya saat Duta Damai Dunia Maya Regional Sulawesi Tengah menggelar diskusi publik dan panggung kreasi bertajuk “Puasa Politik Identitas 2024” bersama pemuda lintas agama, Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda (OKP), organisasi kemasyarakatan, serta para Pelajar dan Mahasiswa se-Kota Palu. Kegiatan ini berlangsung di salah satu café di Kota Palu, Minggu (9/4/2023) sore.
Kepala Badan Pengawas Pemilihan Umum Sulawesi Tengah Darmiati mengatakan, regulasi terkait politik identitas memang tak secara gamblang di tuliskan dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, akan tetapi, menurutnya, isi Pasal 280 ayat (1) huruf C dan D sudah cukup menjelaskan larangan praktik politik identitas tersebut. “Akan tetapi di pasal 280(pasal 280 ayat (1) huruf C dan D UU Pemilu, red), tidak boleh menghina, menghasut, mengadu domba, kemudian menyampaikan ujaran kebencian kepada kelompok, agama, suku, ras, dan lain-lain,” ungkapnya.
Sementara itu, politisi Partai Demokrat Sulawesi Tengah Mardiman Sane memberikan pandangan bahwa, menjadi politisi haruslah seorang negarawan, artinya dengan ini dapat mencegah praktik politik identitas itu sendiri dengan alasan kecintaan kepada bangsa dan negara. Persoalan SARA, adalah suatu hal normal dalam berkehidupan terlebih negara Indonesia yang dikenal plural ini, hanya saja, yang salah yaitu ketika SARA ini kemudian ditunggangi demi kepentingan yang sempit.
Menanggapi potensi politik identitas menjelang pemilu 2024 mendatang, Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Palu, Komisaris Besar Polisi Barliansyah menekankan agar seluruh elemen masyarakat dapat tetap menjaga kondusifitas persatuan dan kesatuan bangsa. “Kita harus bisa menjadi penggerak menggiring politik dan demokrasi ke arah yang baik dengan tetap mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kita sama-sama jaga keamanan, ketertiban, dan keutuhan NKRI, hindari politik identitas, bahkan perlu tinggalkan,” tandasnya.
Orang nomor satu di Polres Palu menilai adanya praktik politik identitas tersebut dapat berdampak perpecahan terhadap keutuhan dan ketertiban NKRI, kata dia, pihaknya akan terus melakukan monitoring sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada. “Karena keterkaitannya ini berdampak kepada perpecahan bangsa dan negara, nanti kita lihat disaat sudah masuk ditahapan-tahapan, terutama kampanye, kita akan melihat apakah ada terkait dengan politik identitas atau tidak,” bebernya.
Untuk itu, ia berharap agar kiranya bagi para politisi dapat menghidupkan demokrasi yang damai tanpa memecah belah Indonesia. “Semoga para politisi yang ada sama-sama bisa mewujudkan demokrasi cinta damai, yang tidak embel-embel memecah belah indonesia ini,” harapnya.
Sebagai tahapan awal, tambahnya, pihaknya tengah memassifkan kegiatan sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat serta para peserta pemilu terkait definisi dari politik identitas itu sendiri. “Kita masih mensosialisasikan, memberikan edukasi kepada masyarakat, kepada para peserta pemilu, agar memahami definisi dari politik identitas ini,” tutupnya.
Diskusi yang dinarasumberi oleh Bawaslu Sulteng, Kapolda Sulteng, dan Politisi Sulteng ini berlangsung serius, beberapa lontaran pertanyaan mahasiswa cukup menghidupkan suasana diskusi. Lebih lanjut, kegiatan tersebut dirangkaikan pula dengan momentum berbuka puasa bersama.(SCW)