PALU – Belakangan ini aksi Jukir alias Juru Parkir liar tengah marak terjadi khususnya di Kota Palu. Tak heran, banyak masyarakat yang terpaksa harus membayarkan retribusi parkirnya kepada pihak yang tak bertanggung jawab ini.
Seyogyanya, jukir memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengatur kendaraan agar rapi dan tidak parkir sembarangan, tujuannya agar tidak menimbulkan kemacetan. Adapun tarif retribusi sesuai ketentuan yang berlaku yakni Rp.2000 untuk kendaraan bermotor roda dua, dan Rp.4000 untuk kendaraan roda empat.
Sebagai masyarakat yang bijak, kita perlu jeli dalam mengamati ciri-ciri para jukir liar yang berkeliaran mencari kesempatannya. Tentunya dengan tujuan agar terhindar dari penyelewengan dana yang semestinya menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk kepentingan bersama.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Palu Trisno Yunianto saat dikonfirmasi MediaSulawesi.id, Kamis (30/3/2023) siang mengatakan, seyogyanya seorang jukir haruslah mengenakan rompi, tanda pengenal, dan memberikan karcis saat meminta retribusi parkirnya. Jika ketiga indikator tersebut tak terpenuhi maka dapat dipastikan jukir ilegal. “Tiga indikator itu tidak terpenuhi, itu jukir ilegal, jangan membayar retribusi parkir jika jukir itu tidak memberikan karcis, memakai rompi warna orange (rompi terbaru, red), dan tanda pengenal profesi jukir),” tegasnya saat ditemui di ruang kerjanya.
Menanggapi maraknya jukir liat tersebut, pihaknya kini tengah menunggu ditetapkannya revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Penyelenggara Lalulintas, dimana didalamnya memuat sanksi tegas bagi para jukir liar berupa sanksi 15 hari kurungan dan denda Rp2,5 juta. Menurutnya, dengan adanya revisi perda tersebut dapat memberikan tindakan tegas dan efek jera. “Kita menunggu revisi Perda (Perda No. 3 tahun 2022 tentang Penyelenggara Lalulintas, red), kalau hanya surat pernyataan saja walau dua, tiga, empat kali melakukan pelanggaran, tidak ada efek jera,” terangnya.
Menurut Trisno, pada kenyataan kerap terjadi penggunaan jukir berlapis yang tidak tertib. “Permasalahannya kan dalam realitasnya biasa kita lihat kadang mereka gunakan jukir lapis kedua ketiga, jukir aslinya ada di rumah, diwakili anak, tetangga ataupun orang lain nanti menunggu setoran, nah itu yang akan kita tertibkan, ndak bisa begitu lagi kalau ada Perda yang baru ini,” tambahnya.(SCW)