Hanya kebetulan saja tulisan ini hadir bertepatan dengan hari yang kasih sayang (14 Februari), tak ada hubungannya, dan juga bukan untuk maksud merayakan. Karena kasih sayang kepada sesama dan lingkungan sekitar tak mengenal waktu dan jarak, apalagi menunggu hari tertentu, setiap saat dan untuk diimplementasikan dalam kehidupan setiap waktu, tentu dalam koridor tertentu, dalam koridor agama.
Makna kata kasih dan sayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bersifat sirkumlokutif (berputar-putar). Pada pemberian definisi kata kasih dinyatakan, “perasaan sayang (cinta, suka kepada)”, sedangkan pada kata sayang dinyatakan, “kasihan … sayang akan (kpd); mengasihi”. Itu sebab, untuk memaknai pengertian kata kasih sayang hendaknya bersifat serentak, majemuk, bukan terpisah antara kata kasih dan sayang. Muhardi (2018) menyebut kata kasih sayang tidak hanya merujuk pada kata philia (cinta sesama manusia), namun juga ada kata agape (cinta kepada Tuhan).
Kasih sayang adalah perilaku akhlak mulia dan tentu disukai oleh Tuhan, Allah Swt dan merupakan bentuk ibadah kita kepada Tuhan jika diniatkan dan ditunjukkan dengan cara yang benar. Dan kasih sayang merupakan salah satu sifat dan perliku terpuji yang sangat dicintai oleh Tuhan. Kasih sayang kepada orang lain bisa berbentuk perbuatan tolong menolong, menjaga silaturahmi, meringankan beban dan kesulitan orang lain, mengajak orang lain ke jalan yang baik dan benar yang diridhoi Tuhan, menjaga kedamaian dan lain sebagainya. Sementara itu, kasih sayang kepada makhluk lain dan lingkungan bisa berupa hadirnya kesadaran ekologis dalam wujud menjaga kebersihan, keasrian, dan kelestarian lingkungan. Dengan adanya kasih sayang, maka akan selalu tercipta kepedulian, kedamaian, dan rasa empati kepada sesama dan bahkan pada lingkungan sekitar.
Namun makna kata kasih sayang itu kini penuh tanya, menyaksikan anak bangsa ini terpapar perilaku koruptif, anarkis dan makin gersangnya kepedulian, ditandai dengan makin kuatnya polarisasi dan penyalagunaan kewenangan. Tiap-tiap dari kita merasa paling membutuhkan dan orang lain, itu menjadi urusannya, tidak ada niat baik untuk sesekali berkorban bahwa ada yang lain juga membutuhkan, begitu juga sebaliknya. Persaudaraan makin memudar, egoisme makin mengemuka. Kesamaan, kederajatan dan persaudaraan manusia, gotong oyong, tergilas oleh perilaku pragmatis dan hedonistis para elitnya, sehingga tak lagi memiliki kepeduliaan akan derita rakyat yang tetap kelam dan tak menikmati manisnya makna pembangunan yang dijanjikan. Di negeri ini jamak ditemukan segelintir orang yang hidup bergelimpangan, sama dapat, sama bahagia, sedangkan kebanyakan yang lain hidup berkekurungan, sama ratap, sama sengsara. Kekuasaan memang datang-hilang, silih berganti membuai mimpi, namun nasib kebanyakan tetap sama, kekal menderita. Kasih sayang hanya terasa hadir bila itu untuk diri dan kelompoknya. Hauijbers menyebut dalam masyarakat modern sekarang berkembang kecenderungan pandangan tentang kasih sayang dan cinta yang ditafsirkan sebagai pernyataan egoisme belaka. Hal ini berarti bahwa cinta tidak lain dari pada penipuan terhadap diri sendiri, dan bahwa pandangan cinta hanyalah suatu kain yang menutup mata terhadap egoisme asli manusia. Cinta dan kasih sayang hanya dijadikan untuk menyelimuti keserakahan, kemunafikan, ketidakjujuran, dan segala rencana-rencana kejahatan.
Menyaksikan fenomena tersebut, itu saya maksud mereinstated makna kasih sayang, agar kita sungguh-sungguh memaknai secara baik dan benar, melakukan perbuatan yang nyata dan menjadikan Tuhan, Allah Swt sebagai cinta dan kasih sayang yang utama di hati kita. Menjadikan-Nya utama, maka akan menjadi penjaga dari perasaan lain yang tidak benar. Hal ini akan menciptakan rasa kasih sayang untuk makhluk Tuhan yang lain sebagai bentuk kecintaan kita kepada Tuhan. Menjadikan rasa kasih sayang kepada makhluk dan lingkungan sebagai bentuk cinta kita kepada Tuhan, akan membuat kita tetap berpegang pada ajaran agama dalam berkasih sayang. Kita tidak akan menjadikan kasih sayang sebagai alasan berbuat dzalim atau hal-hal yang melanggar larangan Tuhan. Karena tujuan kita hanya cinta Tuhan semata, maka kesenangan duniawi yang mengatasnamakan kasih sayang tidak akan membutakan mata dan hati kita.
Akhir kalam, makna kasih sayang tidaklah berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya dalam koridor-koridor agama. Ini berarti bahwa kasih sayang tidak mengenal waktu, jarak, dan tempat terhadap sesama dan lingkungan sekitar. Dan semoga kita tetap memiliki dan mendekapnya tanpa alasan apapun selain untuk mencari ridho-Nya semata. Tabe.( Dr. H. Kasman Jaya Saad, M.Si, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)