Hari ini, patut kita bersyukur, bahwa hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, hari voting day, hari dimana rakyat memberi separuh kedaulatannya untuk menentukan pemimpin negeri. Hari ini sesungguhnya menjadi penting untuk membangun kesadaran politik rakyat. Kesadaran bahwa hari ini merupakan momentum “kemerdekaan” untuk memilih pemimpin yang diharapkan bisa mewujudkan kesejahteraannya. Maka pelaksanaan pemilu tahun 2024, khusus di tahapan pungut hitung yang bersih dan jujur tentu menjadi impian semua kita di negeri ini. Makanya terlalu naif bila masih saja ada calon pemimpin atau calon wakil rakyat grasak grusuk dengan cara-cara curang (malpractices) untuk memperoleh simpatik rakyat. Sudah saatnya kita tidak terpengaruh dengan cara curang dan memilih lebih arif pemimpin yang layak untuk memimpin negeri ini. Sambil tentu saja berharap para penyelenggara pemilu, berlaku adil, mandiri dan berintegritas, agar penyelenggaraan pemilu kali ini sungguh-sungguh berjalan sesuai asasnya, yaitu pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil (Luber dan Jurdil).
Harapan akan pemilu bersih memang perlu ditumbuhkan, namun realitas di lapangan tak bisa dipungkiri, mengingat sistem politik menganut sistem suara terbanyak. Hal ini banyak mendorong kontestan pemilu melakukan cara-cara lebih pragmatis, termasuk mengandalkan money politic, yang bukan hanya menyasar rakyat pemilih namun juga penyelenggara pemilu. Hal tersebut menyebabkan pemilu tidak mampu menawarkan solusi berbagai problem sosial rakyat namun hanya sekedar jargon dalam proses politik .
Potensi Kecurangan
Berbagai potensi kecurangan yang mungkin masih terjadi di tahapan voting day yang perlu diketahui dan diawasi, yaitu; Pertama, banyak KPPS yang masih belum punya pengalaman, meski mereka telah dibimtek, namun keyakinan saya akan ada KPPS kewalahan menghitung suara dan membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, dan itu bisa menyebabkan terjadi kekeliruan (ada 5 surat suara diperuntukkan bagi setiap pemilih DPT dengan berbagai varian pencoblosan, belum termasuk varian pemilih) dan dampak lanjutannya adalah terjadinya kekeliruan penjumlahan suara, sehingga penghitungan suara kembali harus dilakukan di tingkat kecamatan. Potensi ini kemudian dimanfaatkan oleh oknum tertentu melakukan transaksi suara ditingkat PPK dengan merubah berita acara C1 yang lebih dikenal dengan sebutan terjadi manipulasi suara. Kedua adalah, perilaku KPPS yang tidak kredibel. Tidak kredibelnya KPPS karena adanya bergaining dengan oknum tertentu atau karena mendapat intimidasi dari oknum Pejabat desa dan kecamatan atau perintah dari penyelenggara pemilu ditingkat atasnya (PPS dan PPK atau bahkan anggota KPU) sehingga menimbulkan ketidak konsistenan dalam menentukan sah dan tidak sah suara dalam proses penghitungan suara. Ketiga, mempengaruhi pemilih dengan melakukan transaksi dengan pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dan memanfaatkan orang lain untuk menggantikannya. Atau menyuruh orang lain untuk menggunakan hak pilih lebih dari sekali dengan berbagai alasan. Keempat penggunaan politik uang, baik pada pemilih maupun pada penyelenggara pemilu dengan berbagai varian atau cara dengan tujuan yang sama, yaitu agar memenangkan pemberi modal (paslon dan caleg tertentu).
Ketidakmampuan penyelenggara pemilu dalam menolak kepentingan tertentu dari calon atau perserta pemilu akan sangat berdampak negatif terhadap kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu. Lemahnya integritas seperti itu akan sangat berdampak buruk terhadap tegaknya asas pemilu yang Luber dan Jurdil. Dampak lanjutannya adalah munculnya krisis kepercayaan dan turunnya kredibilitas terhadap lembaga penyelenggara pemilu itu sendiri.
Olehnya dalam rangka mencapai tujuan pemilu yang bersih dan berkualitas, menjamin derajat kompetisi yang sehat, partisipatif dan memiliki mekanisme pertanggung jawaban yang jelas maka kredibilitas penyelenggara pemilu mutlak diperlukan dalam melaksanakan tahapan pungut hitung ini. Kita memang merindukan rakyat pemilih datang ke TPS dengan sukarela dan merdeka menentukan pilihannya, namun kita lebih merindukan suatu suguhan pelaksanaan pungut hitung yang jujur dan bebas dari kecurangan. Kepada penyelenggara pemilu harapan itu disandarkan. Maka itu, jangan curangi aku, jangan curi suaraku.(Dr.H.Kasman Jaya Saad, M.Si, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)