PALU – Bersama Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah, Perwakilan warga transmigrasi Desa Kancuu, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso mendatangi Kantor Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah di Palu, Jumat (8/12/2023) sore. Mereka melaporkan PT. Sawit Jaya Abadi (SJA) 2, anak perusahaan perkebunan sawit Astra Agro Lestari (AAL) yang dianggap telah merampas hak-hak lahan milik mereka.
Berdasarkan pengakuannya, awalnya mereka diminta oleh PT. SJA 2 untuk memberikan lahan seluas 1 hektare untuk wilayah transmigrasi. Lahan tersebut akan dibagi menjadi dua, 50 are untuk penduduk lokal dan 50 are lainnya untuk pendatang.
Dari hasil pemberian lahan oleh penduduk setempat, mereka dijanjikan akan menerima tukar guling seluas 1 hektar lahan sawit siap panen. Namun, sejak ditetapkan sebagai warga transmigrasi 2015 lalu hingga kini warga tersebut belum kunjung menerima lahan itu.
Bukan menerimanya, warga justru didesak manjadi anggota plasma dengan diharuskan membayar hutang sebesar Rp.98 juta. “Lahan yang tukar ruginya mana, kami tidak mendapatkan selama ini. Baru kami di desak oleh perusahaan untuk dengan secepatnya menjadi anggota plasma, sedangkan perusahaan berdiri di atas transmigrasi,” keluh Yeni Sandipu, warga desa Kancuu, kepada awak media di Kantor Komnas HAM usai pelaporan.
Beririsan dengan itu, Yunius, selaku warga Kancuu lainnya mengaku heran jika tiba-tiba terlilit hutang sementara mereka belum memiliki kelompok koperasi ataupun kelompok tani. “Masalah lahan transmigrasi saat ini saja belum terselesaikan, bagaimana kami mau bayar hutang. Sedangkan itu lahannya kami, lahan transmigrasi,” tegasnya.
Selain persoalan agraria, sejak berdirinya perusahaan di desa tersebut pun berbuntut munculnya ragam persoalan lain. Seperti kurangnya fasilitas kesehatan, tenaga medis, dan tenaga pendidik. “Ada pustu tidak ada bidan, sekolah cuma tiga kelas dan tidak ada guru PNS-nya,” beber Silnayanti Bontura.
Sedikitnya ada 50 Kepala Keluarga (KK) di Desa Kancuu tersebut. Dibagi dua, hasil lahan yang diberikan menjadi satu wilayah transmigrasi dengan jumlah 100 KK penduduk. Sejak awal perjanjian, mereka mengaku tidak pernah ada pembicaraan atau kesepakatan terkait pembayaran metode plasma tersebut.
Mereka mengaku telah berupaya mengadukan masalah mereka ke Pemerintah Kabupaten Poso. Namun upaya itu belum kunjung mendapatkan penyelesaian. “Dua kali datang ke Poso menyampaikan isi hati tapi sampai sekarang tidak ada realisasi, kami juga sudah ke BPN (Badan Pertanahan Nasional, red) melapor bagaimana nasib kami supaya secepatnya bikin sertifikat, tapi kami tidak bisa mengeluarkan sertifikat karena lahan sudah di kavling izin lokasi oleh SJA,” imbuh Yeni.
Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso, Nia Sudin, menyebut telah banyak terdapat pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT. SJA 2. Apalagi, operasi mereka belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU). “Kami menuntut mengembalikan lahan yang menjadi milik masyarakat, menghentikan operasinya karena ilegal dan melanggar hukum, dan meminta BPN untuk tidak mengeluarkan HGU PT. SJA selama konflik agraria tidak selesai, dan meminta Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal untuk mencabut izin usaha transmigrasi,” tuntutnya.
Hal itu senada dengan pernyataan Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye WALHI Sulteng, Aulia Hakim. Ia meminta kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk melakukan evaluasi, termasuk tidak memberi izin HGU untuk diterbitkan menimbang persoalan yang masih dihadapi masyarakat. “Masyarakat yang dirugikan selama bertahun-tahun, itu yang harus segera dipenuhi kembali haknya,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Analisis Kebijakan Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Hidar, mengaku telah menerima laporan tersebut. Pihaknya akan menindaklanjuti dengan melakukan analisa setelah laporan aduan disampaikan lengkap secara tertulis disertai dokumen pendukung. “Setelah kami pelajari kami akan mengirimkan surat ke pihak-pihak terkait khususnya pemerintah provinsi, untuk menyelesaikan kasus ini secara efektif dan tuntas. Kami juga akan berkordinasi dengan Polda untuk melakukan tindakan persuasif,” ujarnya.
Media ini telah berupaya menghubungi humas perusahaan bersangkutan melalui nomor 0813 4390 xxxx dan 0812 6084 xxx, namun belum mendapatkan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.(SCW)