BMKG: Kota Palu Masuk Zona Merah Bencana

  • Whatsapp
Kepala Badan Meteorologi klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Kelas 1 Palu, Sujabar saat menjadi narasumber dalam Talk Show Kebencanaan Bincang Zona Rawan Bencana, Sabtu (30/9/2023) malam.(syahrul/mediasulawesi.id)

PALU – Berbicara soal daerahZona Rawan Bencana (ZRB), Badan Meteorologi klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut wilayah Kota Palu memiliki kerentanan yang tinggi terhadap gempa bumi. Terlebih secara geografis, wilayah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah ini diapit 3 (tiga) sumber gempa diantaranya lempeng Indo-australia, asia, dan Pasifik.

Kondisi batuan di Sulawesi Tengah khususnya di Kota Palu cukup rawan terhadap gelombang gempa terlebih daerah pertemuan lempeng Palu Koro. Berdasarkan peta mikro zonasi kerentanan tanah, BMKG menyebut zona merah di Kota Palu berlaku keseluruhan.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Meteorologi klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Kelas 1 Palu, Sujabar saat menjadi narasumber dalam Talk Show Kebencanaan Bincang Zona Rawan Bencana yang diinisiasi Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG) Universitas Tadulako Palu bersama Ikatan Alumni Teknik Geologi (IATG) Untad Palu, dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sulteng di Palu, Sabtu (30/9/2023) malam. “Kalau kita lihat dari mikro zonasi yang sudah kita ajukan, Kota Palu zona merah, artinya semuanya,” sebutnya.

Berdasarkan catatan 3 (tiga) tahun terakhir, kegempaan di Sulawesi Tengah tiap tahunnya mencapai angka diatas 1000 kali. Bahkan, Per September 2023 Sulawesi Tengah telah dilanda gempa bumi sebanyak 1200 kali. Hal itu menunjukan kegempaan di Sulawesi Tengah cukup tinggi.

Lanjutnya, meski berada di wilayah batuan lunak tak semua wilayah di Kota Palu tidak bisa dimanfaatkan. Menurutnya, mikro zonasi itu bisa dijadikan sebagai acuan mengetahui kerentanan dan percepatan tanah menjadi data dukung pengembangan tata pembangunan Kota Palu.

Lebih lanjut, ia menyebut secara mikrosesmik kegempaan di Kota Palu memang rawan, tetapi pemanfaatannya tergantung dari pemerintah daerah. “Bukan berarti tidak bisa kita manfaatkan, kewenangan putusan akhir ada di pemda (pemerintah daerah, red). Dengan data dukung atau saran dari BMKG sebenarnya masih bisa dimaksimalkan,” tandasnya.

Hal itu turut dibenarkan Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Sulawesi Tengah melalui Farid Isra. Ia menyebut pascabencana ini pemanfaatan ruang telah termuat dalam peraturan daerah yang berbasis mitigasi bencana. “Seluruh rencana tata ruang telah termuat dalam perda berbasis mitigasi bencana,” akunya.

Sementara itu, Pemerhati Kebencanaan Sulawesi Tengah, Abdullah mengatakan mitigasi bencana seyogyanya dipisahkan dalam 3 (tiga) konteks bencana. Diantaranya mitigasi pencegahan, mitigasi fisik terkait hunian dan infrastruktur, dan mitigasi non-fisik atau kultural manusia. Serta kesiapsiagaan seperti titik-titik evakuasi, titik ukur, dan simulasi. “Pr (tugas, red) kita ada disini, kami ragu di RTRW sudah di muat seperti ini (atau belum),” tegasnya.(SCW)

Pos terkait