Rubalang Gelar Dialog Ekologi dan Kebencanaan

  • Whatsapp
Komunitas pemuda bersama penyintas bencana menggelar dialog ekologi dan kebencanaan di Palu, Jumat (29/9/2023) malam.(syahrul/mediasulawesi.id)

PALU – Komunitas pemuda bersama penyintas bencana menggelar dialog ekologi dan kebencanaan di Palu, Jumat (29/9/2023) malam. Dialog itu diinisiasi Yayasan Rumah Bahari Gemilang (Rubalang) didukung oleh Yayasan Plan Internasional Indonesia, Australian Aid, dan Teens Go Green Indonesia.

Dialog yang mengangkat tema “Refleksi 5 Tahun Bencana, Saatnya Membangun Mitigasi Ekologi” itu menghadirkan beberapa narasumber seperti Pakar Kebencanaan Sulawesi Tengah, Drs. Abdullah, MT, pegiat literasi kebencanaan, Neni Muhidin, dan Direktur Yayasan Rubalang, Moh Tofan.

Dialog itu diawali dengan pemaparan kilas balik peristiwa gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang melanda Kota Palu dan sekitarnya lima tahun silam. Dialog itu juga mengaitkan antara mitigasi struktural yang telah dijalankan pemerintah seperti tanggul untuk menahan abrasi dan tsunami, dengan mitigasi non-struktural melalui pendekatan kultural serta praktik baik masyarakat yang membangun ketahanan dengan pendekatan ekologis.

Hal itu dituturkan pegiat literasi kebencanaan, Neni Muhidin, dalam kesempatan dialog itu. “Pengetahuan lokal masyarakat kita sudah sangat memungkinkan untuk membangun mitigasi bencana. Bahkan, kita bisa belajar bagaimana cerita masyarakat Desa Kabongan yang terlindungi saat tsunami akibat adanya mangrove,” sebutnya.

Direktur Yayasan Rubalang, Moh. Tofan juga menyebut seyogyanya anak muda melakukan gerakan-gerakan yang berpihak pada isu perubahan iklim dan kebencanaan. Serta ikut memproteksikan Kota Palu dalam agenda-agenda kolaboratif.

Sementara itu, salah satu  peserta dialog, Kevin Apriandra, mengatakan dialog tentang ekosistem dan kebencanaan sangatlah penting dilakukan utamanya di daerah pelosok yang minim pengetahuan tentang mitigasi bencana. Menurutnya, banyak fakta ilmiah tentang kebencanaan yang belum diketahui oleh masyarakat pelosok terutama yang masih sangat kental dengan mitos daerah. “Seperti penanaman mangrove tadi yang notabenenya tumbuhan semacam itu masih sangat mudah ditemui di daerah-daerah yang belum dijamah infrastruktur. Sehingga, dapat membantu upaya penanganan bencana khususnya tsunami itu sendiri,” pungkasnya.(SCW)

Pos terkait