Dalam suatu kegiatan Fokus Group Discussiun (FGD) yang diselenggarakan salah satu OPD di Kota Palu, saya diundang sebagai peserta. Salam Pancasila, pekik pak Sekda Kota Palu yang membuka acara tersebut. Hal baru, dan memang baru dimulai, begitu penjelasan Sekda Kota, yakni selain salam pembuka sebagai mana mestinya, ditambah dengan salam Pancasila sembari tangan terbuka diangkat setinggi bahu. Dan hadirin juga diminta membalas salam tersebut dengan mengangkat tangan yang sama, salam Pancasila. Salam Pancasila wajib dipekikan dalam setiap acara atau apapun bentuk pembuka acara di lingkup pemerintahan kota Palu terang pak Sekda. Salam Pancasila menurut penjelasan Pak Sekda lebih lanjut adalah bagian dari komitmen pemerintah kota Palu untuk membumikan nilai-nilai Pancasila setelah dilakukan MOU pemerintah kota dalam hal ini Walikota Kota Palu dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Jakarta tanggal 10 Juni 2021.
Tak bermaksud mempersoalkan salam Pancasila itu, sebagai dosen pengampu mata kuliah ini di tempat saya mengabdi, tentu merespon positif niat baik adanya MOU pemerintah kota Palu dengan BPIP untuk membumikan nilai-nilai Pancasila ini di Kota Palu. Hanya saja, menurut saya salam Pancasila saja tidak cukup. Namun jauh dari itu yang diperlukan adalah bagaimana membuat Pancasila menjadi the living ideology dalam pemerintahan kota Palu. Kebijakan pemerintah kota buat terkait kepentingan masyarakat, seperti aspek pelayanan publik, pelayanan dasar, pengendalian pembangunan dan lain-lain apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila? Bila sudah sesuai, berarti Pancasila hadir dalam lingkup pemerintahan kota. Sebaliknya, jika belum sesuai, berarti Pancasila masih absen alias hanya menjadi lips service saja atau hanya sekedar salam an sich.
Tentu tidak begitu yang diharapkan, tidak sekedar lips service, namun sungguh dalam tindakan. Olehnya salah satu butir kesepakatan (MOU) yang penting dan perlu dijabarkan adalah pembumian nila-nilai Pancasila untuk aparatur negara (ASN) di lingkungan pemeritahan Kota Palu. Sebagai pelayan masyarakat, ASN lebih dulu dituntut memahami dengan nilai-nilai Pancasila itu dalam melayani masyarakat. Nilai-nilai Pancasila itu menyangkut nilai-nilai yang memuat fundamen moral negara dan fundamen politik negara. Nilai-nilai Pancasila tersebut juga menyangkut dalam nilai kerohanian, tetapi nilai kerohanian yang mengakui pentingnya nilai material dan nilai vital secara seimbang (harmonis). Hal ini dapat dimaknai dengan susunan sila-sila dari Pancasila yang tersusun secara sistematis-hirarki. Dan Pancasila sebagai jalan hidup (way of life). Dalam hal ini, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup atau perilaku dalam sehari-hari. Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang pemeritahan. Semua tingkah laku dan perbuatan setiap ASN dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila. Dan ini dimaksud dengan membumikan nilai-nilai Pancasila.
Sebagai langkah awal, pemerintah kota saat ini perlu diberi apresiasi, atas segala upaya mendisiplinkan ASN nya. Masih jamak ditemukan oknum ASN di jam kantor berkeluyuran di Cafe dan pasar atau Mal. Perilaku melayani yang asalan, tidak profesional. Perilaku yang lebih bersikap sebagai pejabat ketimbang abdi masyarakat, pelayanan yang diskriminatif, mendahulukan kepentingan pribadi, golongan atau kelompok (termasuk kepentingan atasannya ketimbang kepentingan publik), belum lagi adanya perilaku malas dalam mengambil inisiatif di luar peraturan dan masih kuatnya kecenderungan untuk menunggu petunjuk dan sikap acuh terhadap keluhan masyarakat serta lamban dalam memberikan pelayanan, adalah contoh atas kinerja beberapa oknum aparat yang belum mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Masih ada jarak antara harapan dengan kenyataan, antara Das sollen atau kaidah atau norma dalam nilai-nilai Pancasila yang seharusnya dilakukan dan Das sein atau kenyataan yang dalam tindakan. Hal ini tentu saja mencederai rasa keadilan masyarakat, dan pada akhirnya akan melahirkan apatisme masyarakat atas apapun kinerja pemerintah kota.
Akhir kalam, pengamalan Pancasila tidak cukup dalam hajatan formal, dia harus masuk ke dalam kebijakan pemerintah kota. Bahkan, dia harus merasuk ke dalam relung-relung kehidupan sehari-hari para aparatur negara, masyarakat dan lingkungan tempat tinggal, tempat bekerja, sekolah dan pasar. Dan dari tahun ke tahun, intensitas penerapan Pancasila itu makin terasa. Dari tahun ke tahun pula peradaban kita makin bertambah nilainya, bertambah pula sejahtera kehidupan masyarakatnya. Dengan begitu, ketika pekik salam Pancasila, kita bukan hanya tersenyum bangga, tetapi juga merasa ada makna yang dalam dalam kerja nyata, dalam kebersamaan dan dalam keadilan sosial bagi seluruhnya. Semoga. Salam Pancasila!.(Dr H Kasman Jaya Saad,M.Si, Dosen Universitas Alkhairaat Palu)