Teroris MIT Tuntas, Asa Damai Di Bumi Tadulako

  • Whatsapp
Satgas Madago Raya memperlihatkan poster DPO Tindak Pidana Terorisme beberapa waktu lalu sebelum akhirnya seluruh DPO tersebut tuntas.(syamsuddin/mediasulawesi.id)

Perburuan terhadap Daftar Pencarian Orang (DPO) Tindak Pidana Terorisme yang juga merupakan anggota Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) berakhir sudah. Menyusul tewasnya satu DPO yang tersisa yakni Askar alias Jaid alias Pak Guru, 29 September 2022 lalu. Pria asal Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat yang bernama asli Alikhwarisman ini tewas tertembak oleh Satuan Tugas Madago Raya di area perkebunan Desa Kawende, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso.

Keberhasilan Satuan Tugas Madago Raya dalam menuntaskan anggota kelompok MIT tersebut mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Selama ini, berbagai kalangan merasa skeptis dengan kinerja aparat keamanan yang telah melibatkan ribuan personil. Belum lagi melibatkan sejumlah satuan elit dan memiliki persenjataan yang memadai. Apalagi kerja keras aparat keamanan ini mendapat dukungan anggaran yang cukup besar.

Penuntasan DPO Tindak Pidana Terorisme di Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Poso memang memakan waktu yang cukup lama yakni hampir sepuluh tahun. Tak hanya itu, operasi yang berkali-kali berganti sandi mulai dari Operasi Maleo, Tinombala hingga Madago Raya ini menelan korban jiwa yang cukup banyak tidak hanya dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), warga sipil tapi juga dari anggota satuan tugas (satgas) baik TNI maupun Polri.

Tewasnya Santoso yang merupakan pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur, 18 Juli 2016 ternyata tidak mengakhiri perlawanan kelompok tersebut. Setelah Santoso alias Abu Wardah tewas, muncul penerusnya yakni Ali Kalora meski akhirnya tewas tertembak pada 18 September 2021 di Desa Astina, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong. Tewasnya Santoso dan Ali Kalora  memang berpengaruh besar terhadap kekuatan kelompok MIT yang tersisa. Tidak hanya kehilangan pemimpin, kekuatan persenjataan kelompok ini pun semakin melemah. Mereka mulai keluar dari lokasi persembunyiannya di Pegunungan Biru, Kabupaten Poso. Satu per satu anggota kelompok MIT berhasil dilumpuhkan.

Perjalanan panjang dalam menuntaskan kelompok MIT tersebut disebabkan berbagai kendala yang dihadapi aparat keamanan. Mereka kesulitan menembus lokasi persembunyian kelompok MIT yang melewati hutan lebat dan pegunungan yang berada di tiga wilayah yakni Kabupaten Poso, Parigi Moutong dan Sigi. Tidak hanya itu, nyawa aparat keamanan sewaktu-waktu menjadi incaran kelompok teroris tersebut. Apalagi, kelompok tersebut mendapat dukungan dari simpatisan yang banyak tersebar di berbagai daerah.

Kini, masyarakat yang tinggal di wilayah operasi perburuan kelompok MIT seperti di Kabupaten Poso, Sigi dan Parigi Moutong setidaknya bernafas lega. Rasa takut yang selama ini selalu menghantui mereka saat beraktivitas di sawah dan kebun kini perlahan hilang. Mereka tidak perlu lagi dikawal aparat keamanan saat bekerja di sawah atau memanen hasil kebun.

Namun dengan tuntasnya DPO Tindak Pidana Terorisme tersebut, apakah berarti operasi penegakan hukum di Sulawesi Tengah akan berakhir? Apalagi dengan adanya permintaan sejumlah pihak agar Operasi Madago Raya tidak diperpanjang lagi. Meskipun ada juga pihak lain yang mendukung perpanjangan operasi tersebut. Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah Komisaris Besar Polisi Totok Supranoto kepada mediasulawesi.id di Mapolda Sulteng beberapa waktu lalu menekankan bahwa Operasi Madago Raya tetap dilanjutkan meski dengan prioritas yang berbeda.

Kabid Humas menyebutkan jika saat ini, satgas dalam menjalankan tugasnya lebih mengedepankan kegiatan preventif dan deradikalisasi. Tujuannya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terpengaruh untuk melakukan sesuatu atau tindakan radikal maupun intolerasi. Dengan kata lain, aparat keamanan lebih mengedepankan fungsi pembinaan masyarakat dalam menjalankan tugasnya.

Keputusan Satgas Madago Raya untuk tetap melanjutkan  operasi tentunya memiliki alasan yang kuat. Salah satunya adalah untuk mengawasi dan mengantisipasi gerakan simpatisan kelompok MIT. Diyakini, masih banyak simpatisan kelompok tersebut yang menyebar dan bisa membangun kekuatan baru Terbukti, dari beberapa kali operasi penegakan hukum, satgas telah mengamankan cukup banyak simpatisan kelompok MIT. Selain menyuplai logistik, simpatisan ini juga menjadi mata-mata bagi kelompok tersebut. Mereka tidak hanya berasal dari sejumlah daerah di Sulawesi Tengah tapi bahkan dari luar Sulawesi Tengah seperti dari Jawa dan Nusa Tenggara Barat. 

Langkah Satgas Madago Raya untuk tetap melanjutkan operasi ternyata mendapat dukungan dari pihak DPRD Provinsi Sulawesi Tengah. Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Tengah Hj.Sri Indraningsih Lalusu kepada mediasulawesi.id menilai operasi Madago Raya masih perlu dilanjutkan meskipun DPO atau kelompok MIT sudah habis. Alasannya, selain karena masih ada dukungan anggaran juga karena kemungkinan masih adanya simpatisan kelompok tersebut. Terkait anggaran, Sri Lalusu menyebutkan jika pihak DPRD Provinsi Sulawesi Tengah sudah menyetujui anggaran hingga tri wulan keempat atau hingga 15 September 2022. Meskipun tidak disebutkan total nilai anggaran tersebut.

Politisi senior di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah tersebut menegaskan bahwa meskipun teroris sudah tuntas namun pihak keamanan tidak boleh berpuas diri dan lengah. Melainkan tetap harus waspada terhadap  kemungkinan simpatisan yang terus bergerak dan bisa jadi membangun kekuatan baru.  Selain itu, ia berharap Satuan Tugas Madago Raya yang dimotori aparat kepolisian tersebut tetap melakukan pengawasan dan tidak cepat berpuas diri.

Satgas Madago Raya juga diminta untuk harus tetap melakukan evaluasi dan pengawasan agar bisa memperbaiki kekurangan atau kelemahan dalam upaya penegakan hukum demi terciptanya suasana damai dan tenteram di Sulawesi Tengah yang juga dikenal Bumi Tadulako. (syamsuddin)

Pos terkait