DIGITALISASI SEMU, MASALAH UTAMA TAK TERURUS

  • Whatsapp
Mohamad Riyandi Badu (ist)

Digitalisasi merupakan kata yang ramai digunakan dalam berbagai bidang ilmu bahkan kehidupan, seiring dengan berkembangnya teknologi, informasi dan revoluasi industri. Digitalisasi seolah menjadi jawaban dari segala keterbelakangan yang kita alami. Dunia pendidikan tidak luput dari digilitalisasi, baik dari segi kebijakan maupun proses pembelajaran. Penggunaan teknologi seperti laptop, Smart TV untuk menunjang pembelajaran diharapkan menciptakan interaksi bermakna antara guru dan murid. Dalam proses pembelajaran, pemanfaatan AI bagi guru dan murid menjadi keterampilan dasar yang tidak dapat tergantikan.

Sayangnya di Indonesia digitalisasi hanya menjadi lips service bagi para pemangku kebijakan, mirisnya hanya berakhir dengan kasus korupsi. Kabar terbaru yaitu mantan Mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim terjerat kasus korupsi pengadaan Chromebook. Pengadaan justru menimbulkan masalah ketika prosesnya tidak melewati analisis kebutuhan, kemudian infrastruktur pendukung seperti internet, kesiapan guru, spesifikasi alat yang digunakan tidak sesuai.  

Digitalisasi hanya akan menjadi kebijakan semu, bahkan memperlebar jurang pendidikan ketika persoalan utama tidak diselesaikan dengan baik. Akses ke sekolah masih sulit, kita menjumpai siswa yang masih harus menempuh jalur yang cukup jauh bahkan melewati sungai untuk mendapatkan pendidikan. Kemudian infrastruktur seperti ruang kelas, perpustakaan, listrik dan internet yang menopang pembelajaran belum merata. Belum lagi berbicara tentang kesejahteraan pendidik yang dibayar rendah tiap bulannya.

Bukan hanya itu, penggunaan AI misalnya, perlu didukung dengan kecakapan literasi dan numerasi bagi penggunanya. Berdasarkan hasil penelitian, terhadap perbandingan aktifitas otak bagi pengguna ChatGPT, Search Engine dan otak semata, ditemukan bahwa pengguna ChatGPT dan search engine memiliki aktifitas otak baik keterlibatan maupun proses pemahamannya yang lebih rendah dibandingkan mereka yang hanya menggunakan otak saja. Hal ini dikarenkan pengguna teknologi tersebut hanya mengikuti saja apa yang diberikan tanpa proses kritis dan validasi.

Akhirnya, penyelesaian persoalan akses pendidikan dan tingkat literasi dan numerasi yang rendah perlu dijadikan prioritas dalam meningkatkan mutu pendidikan. Jika tidak, digitalisasi bukan menjadi solusi bahkan hanya akan memperburuk wajah pendidikan Indonesia. (Mohamad Ryandi Badu, Dosen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Negeri Gorontalo)

Pos terkait