Analisis struktural dalam pembelajaran sastra adalah pendekatan untuk memahami dan menganalisis karya sastra dengan fokus pada elemen-elemen struktural yang membentuk karya tersebut. Pendekatan ini menekankan hubungan antar unsur-unsur dalam teks sastra, seperti karakter, alur, setting, gaya bahasa, tema, dan simbolisme, serta bagaimana semua unsur ini bekerja bersama untuk menciptakan makna. Tujuan dari analisis struktural Menurut Nurgiyantoro (2015: 60) mengatakan bahwa “analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Teeuw (1983), menyatakan bahwa tujuan analisis struktutal adalah membongkar dan memaparkan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna 10 secara menyeluruh. Menurut Widara, A. (2021: 51) pendekatan struktural memiliki kelemahan dan kelebihan, kelebihan pendekatan struktural ialah pendekatan ini dipandang lebih obyektif karena hanya berdasar sastra itu sendiri, maka pendekatan ini memiliki peluang untuk melakukan telaahan atau kajian sastra lebih rinci dan mendalam. Sedangkan kelemahannya yaitu penekanan dalam pendekatan ini adalah unsur pembangunnya yang menyebabkan ketidakdiperhatikannya unsur estetika dalam suatu karya sastra.
Pendekatan analisis struktural dalam pembelajaran sastra modern kerap dianggap terlalu kaku karena fokusnya pada analisis teknis elemen-elemen karya, seperti tema, karakter, dan struktur. Untuk mengatasi keterbatasan ini, pendekatan Text-Based Learning (pembelajaran berbasis teks) dan Task-Based Learning (pembelajaran berbasis tugas) menawarkan solusi yang efektif. Kedua metode ini tidak hanya memberikan analisis mendalam terhadap karya sastra, tetapi juga membantu meningkatkan apresiasi estetika mahasiswa terhadap nilai-nilai terhadap sastra. Willis (1996) Menekankan bahwa TBL membantu menciptakan pembelajaran yang partisipatif dalam konteks sastra, tugas-tugas seperti pementasan, diskusi, atau penulisan ulang karya dapat menghidupkan teks dan memperkaya pengalaman estetika mahasiswa. Sejalan dengan pendapat Manali (2024, hlm 93) model pembelajaran TBL mengacu pada suatu pandangan bahwa mahasiswa akan dapat belajar secara efektif jika proses belajarnya lebih berfokus pada tugas latihan (Task) berbahasa dari pada menggunakan bahasanya. Menurut Willis (2007), penerapan TBL secara umum melibatkan tiga langkah utama, yaitu Pre-Task, Task Cycle, dan Language Focus. Pada langkah Pre-Task, Dosen mempersiapkan mahasiswa dengan memberikan gambaran umum tentang tugas yang akan dikerjakan. Di tahap ini, dosen mengeksplorasi masalah bersama kelas, mengembangkan kosa kata, frasa, serta memberikan panduan terkait perintah-perintah yang ada dalam tugas. Mahasiswa diajak untuk memahami konteks tugas dengan lebih baik sebelum masuk ke proses utama. Langkah kedua adalah Task Cycle, yang menjadi inti dari pendekatan ini. Mahasiswa bekerja secara berpasangan atau dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Selama proses ini, dosen berperan sebagai fasilitator yang memantau jalannya aktivitas. Setelah menyelesaikan tugas, mahasiswa menyusun rencana untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap terakhir adalah Language Focus, di mana mahasiswa mendiskusikan lebih dalam tentang bentuk, struktur, dan fungsi bahasa yang telah digunakan dalam tugas mereka. Dosen membantu mahasiswa menganalisis berbagai aspek bahasa yang muncul, memperbaiki kesalahan, dan memberikan latihan tambahan untuk memperkuat pemahaman mereka.
Metode pembelajaran adalah salah satu faktor kunci dalam mencapai tujuan pembelajaran. Peneliti, pengembang bahan ajar, dan guru telah melakukan berbagai inovasi selama bertahun-tahun untuk menemukan metode yang paling efektif dalam pembelajaran. Namun, tidak ada satu metode pun yang dapat dianggap paling unggul dalam pembelajaran bahasa, karena metode yang paling efektif adalah yang paling sesuai dengan karakteristik pengajar dan peserta didik (Saeedy et al., 2021). Pendekatan genre based approach atau text-based learning sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran analisis struktural bahasa dan sastra, karena kemampuan kebahasaan diperoleh melalui pemahaman berbagai jenis teks yang memiliki struktur berbeda, seperti teks percakapan, prosedural, informatif, naratif, dan persuasif (Richards, 2006). Pendekatan ini juga terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan menulis teks naratif dalam Bahasa Inggris, terutama dalam hal gaya penulisan, kualitas ekspresi bahasa, pengelompokan yang logis, serta mengurangi kesalahan tata bahasa (Haryanti & Sari, 2019; Maman et al., 2023). Model ini dapat digunakan sebagai kerangka untuk membantu guru dan siswa mengembangkan keterampilan menulis mereka (Purba et al., 2020). Dengan mengintegrasikan analisis teknis dengan pengalaman emosional, pembelajaran sastra menjadi lebih menarik, bermakna, dan mampu membangun apresiasi mendalam terhadap karya sastra modern.( Syamsuddin, Rizky Anugrah Putra & Suparni, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo)