PALU – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah pasal 40 ayat 1 UU pilkada, pengamat kebijakan publik Universitas Tadulako Palu, Prof. Dr. Slamet Riyadi, M.Si menilai akan berdampak positif dalam penguatan demokrasi yang esensinya membuka ruang kontestasi yang seluas-seluasnya bagi semua bakal calon .
Menurutnya, putusan MK akan mengubah konstalasi dan dinamika politik di level lokal. Format koalisi yg telah disepakati selama ini dapat mengalami perubahan dan parpol yang memenuhi syarat dapat mengusung bakal calon yang dinilai memiliki nilai elektoral yg baik. “Parpol dapat mengusung kadernya sendiri yang dianggap mumpuni untuk berkontestasi,” jelas Slamet.
Putusan ini kata dia, merupakan kado ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79, dalam kerangka peningkatan kualitas demokrasi bagi rakyat Indonesia.”Putusan MK ini merupakan kado bagi rakyat Indonesia yang baru saja merayakan hari kemerdekaan,” tandasnya.
Seperti diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan terkait Pasal 40 UU Pilkada terkait syarat ambang batas calon kepala daerah. Dalam amar putusannya MK mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, dimana Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, dimana Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap (DPT) sampai dengan 2 juta jiwa, harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.
Kemudian Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut.
Lalu untuk Provinsi dengan jumlah DPT lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.Sementara untuk Provinsi dengan jumlah DPT lebih dari 12 juta jiwa, harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati atau calon wali kota, maka Kabupaten/kota dengan jumlah DPT lebih dari 250 ribu jiwa, harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut. Kemudiam untuk Kabupaten/kota dengan DPT lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, maka harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
Lalu untuk Kabupaten/kota dengan jumlah DPT lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, maka harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut.Kemudian untuk Kabupaten/kota dengan jumlah DPT lebih dari 1 juta jiwa, maka partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.(sam)